Jumat, 27 Februari 2009

CERITA DARI BUNDA UNTUK ANAKKU : IFA DAN ADEK


(HUT IFA ke-5 bulan Juli 2008 & Foto 2 : HUT Adek ke-3 bulan Nopember 2008)

Sebuah ekspressi yang kontradiktif. Sulungku IFA memiliki kecenderungan adaptasi yang begitu murah, sangat ekspressif dan "gandrung" di potret (terkadang ia sendiri yang memilih pose). Sementara Bungsuku ADEK, agak protektif. Tak mudah mengikuti keinginan orang di luar "habitat ingroup"nya. Sehingga terlihat : "Ifa begitu siap menghadapi kamera, sementara Adek tidak". Mereka berdua memiliki kelebihan masing-masing.

KUPU - KUPU

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain disana. “Sedang apa kau disini anak muda?” tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. “Apa yang kau risaukan..?” Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?”

Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, “di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. “Ya…tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu” sang Kakek mengulang kalimatnya lagi. Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, “Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah.” Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.

“Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?” Sang Kakek menatap pemuda itu. “Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.” “Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri.”

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. MoralMencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita. Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

Rabu, 25 Februari 2009

Ibunda IFA-DEDEK dan CITRA AL MADINA

(Imla dalam acara Himpaudi Sumbar di Pangeran's Beach Hotel)

Kegiatan Outing TK Citra Al Madina Padang ke LANUD Tabing


Melatih bicara anak sejak dini akan membantu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak dengan lingkungan. Setiap apa yang dikatakan oleh orang tua, akan tersimpan di memori otak anak, dan suatu saat si anak akan meniru apa yang dia perolehnya, baik itu yang diajarkan orang tua maupun oleh orang-orang disekitarnya. Betapa penting mengajarkan bicara anak dengan kata-kata yang patut dicontoh oleh anak, meskipun si anak saat ini belum dapat berbicara satu dua kata pun. Berikut adalah tips mengajarkan bicara bagi bayi atau anak Anda :

* Ajaklah anak berbicara sesering mungkin, sejak dini, meskipun sebenarnya mereka belum waktunya berbicara.
* Berbicara dengan anak menggunakan suara yang lembut, karena anak lebih suka dengan suara yang lembut.
* Hindarkan berbicara kata kasar dan buruk di depan anak. Karena apa yang Anda ucapkan akan tersimpan di memori otak anak. Suatu saat kata-kata itu akan ditiru oleh anak Anda.
* Selain Anda mengajak bicara anak sesering mungkin, dengarkan juga apa yang diucapkan oleh anak meskipun kata-katanya belum begitu jelas. Lalu berilah respon terhadap apa yang dia katakan. Hal ini akan membuat si anak senang untuk berbicara.
* Jangan menyalahkan apa yang dia katakan. Ulangi apa yang disampaikan meskipun salah dengan kata yang benar dan berulang-ulang.
* Ajak anak berbicara sambil memakai pempers, sambil bermain ataupun sambil berjalan-jalan denan anak. Kombinasi waktu berbicara dengan anak membuat anak tidak bosan dan lebih menyenangkan buat anak.
* Lihat respon anak saat diajak berbicara. Jika anak masih memperhatikan Anda, maka Anda dapat terus mengajak anak untuk berbicara. Tetapi kalau anak tidak lagi memperhatikan Anda dan mulai mengalihkan perhatian, maka sebaiknya Anda menghentikan untuk sementara waktu berbicara dengan anak, untuk diulang lagi di lain waktu. Mungkin anak mulai bosan, jangan dipaksakan.
(Bahan : Diringkaskan Dari berbagai Sumber)


Seminar Tekhnik Mendongeng bersama Kak BIMO di Pangeran's Beach Hotel


Beberapa diantara guru TK-PAUD Citra Almadina (ka-ki : Teacher Vivit, saya (jilbab putih), Teacher Yanti, Teacher In Sempoa dan Teacher Sofie) ketika sedang membimbing anak-anak Outing ke Pantai Padang (Tema : Laut Ciptaan Allah SWT)



Studi Komparasi ke Malaysia-Singapura

"Alam takambang jadi guru", demikian kata pepatah Minangkabau. Dari perjalanan ke Malaysia dan Singapura, begitu banyak "kekurangan" yang harus kita tutupi. Begitu banyak pelajaran berarti yang harus kita pedomani, dan begitu banyak "kelebihan" kita yang harus tetap kita pupuk, ayomi dan kembangkan. Karena itulah, studi komparatif ini, dilakukan oleh PAUD Citra Al Madina.


Di Masjid Putrajaya Malaysia bareng Ibu Emma Yohanna, Riri, Siska Maidona, Sophie dan Ni Yanti


Ketika sampai di Kuala Lumpur International Airport, Malaysia bersama dengan Pak Abdul
Ibu Siska dan Bu Sophi


Ayah : IFA dan Adek Punya Puisi dari Kakek Taufik Ismail

Di Pelataran Ibu Pejabat PM Malaysia

Ayah di Pelataran Masjid Putrajaya Malaysia bersama Encik Edi -- Pedagang Buah asal Balai Selasa Pesisir Selatan yang telah menjadi Warga Negara Malaysia


Semoga Ayah terus belajar mengurangi merokok ......... IFA dan Adek belum bisa berikan apa-apa buat ayah, mungkin puisi dari Kakek Taufik Ismail ini kami berikan untuk ayah baca sebagai bentuk rasa sayang kami secara utuh pada ayah



TUHAN SEMBILAN SENTI
Oleh : Taufiq Ismail


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok, Di sawah petani merokok,di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara- perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah...ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika
melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan
HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di
kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di
dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok, Istirahat main tenis orang merokok, dipinggir lapangan voli orang merokok,menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, Turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok, Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedun 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok
merokok, Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi orang
perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap. Haasapa, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala
kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan
setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan, Cuma sedikit yang memegang dengan tangan
kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang
sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.

Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan, Para ulama ahli hisap itu terkejut
mendengar perbandingan ini.

Selasa, 24 Februari 2009

IFA dan ADEK : Buah Cinta Amanah ALLAH SWT.

Adek disamping "Teta" Iffa waktu Teta lagi Ulang Tahun ke-5.



Mungkin karena "jarak" yang tidak begitu lama. Hanya selang dua tahun, Ifa punya Adek. Begitu bahagia melihat mereka tumbuh. Ifa yang ceplas-ceplos (persis ayahnya), Adek yang "montok" karena suka makan dan "ganas" minum susu. Karena itulah, Adek seakan-akan mengejar pertumbuhan fisik "teta"nya (panggilan kesayangan Adek pada Ifa). 10 tahun ke depan, mereka adalah "gadis-gadis" kami yang sama tinggi dan sama cantik. Sungguh indah menantikan saat-saat itu.