Kamis, 02 September 2010

IFA dan Puasa

Oleh : Imla W. Ilham

Alhamdulillah, sulungku Ifa nampaknya akan bisa menaklukkan Ramadhan tahun ini. Baik secara kuantitatif, maupun kualitatif. Bila Ramadhan tahun kemaren, Ifa baru belajar puasa dalam usia 6 tahun, dan "berhasil" berpuasa 26 hari. Maka, tahun ini, hingga tulisan ini saya posting, Ifa bisa berpuasa dengan "baik" selama 23 hari. Insya Allah Ifa akan bisa berpuasa dari hari-hari tersisa Ramadhan tahun ini. Ada perbedaan puasa Ifa tahun sekarang dengan tahun kemaren.

Puasa tahun kemaren, Ifa boleh dikatakan baru belajar bagaimana sulitnya berpuasa. Saya dan ayahnya, begitu memprotek Ifa. Biasanya ia lebih banyak main di rumah, tidak bergabung dengan teman-temannya yang main dibawah terik matahari. Kebetulan teman-temannya ini banyak yang tidak puasa (atau puasa setengah hari saja). Saya dan suami takut Ifa akan kepanasan atau keletihan bila begabung main dengan teman-temannya ini, maka Ifa lebih banyak diam dan tidur di rumah. Walau Ifa merasakan lapar pada tengah hari, tapi karena ia lebih banyak berdiam diri dalam rumah, tidur-tiduran sambil menonton dengan adiknya (adek) serta pengasuh (tante-nya), Ifa bisa menahan untuk tidak makan minum hingga sore.

Maka Ramadhan tahun ini, Ifa justru disarankan oleh Ayahnya untuk bermain dengan teman-teman sebayanya. Terserah Ifa, mau pagi ataupun siang (setelah ia pulang dari kegiatan pesantren Ramadhan di Musholla pada pukul 10.00 pagi). Biasanya, pada siang hari, saya melihat Ifa begitu keletihan. Maklum, karena bermain, apalagi bila udara panas. Melihat Ifa seperti ini, biasanya saya kasihan, tapi tak "rela" untuk merekomendasikannya berbuka puasa cepat. Toh pun bila saya suruh untuk berbuka, saya yakin Ifa tidak akan mau. Sering saya sarankan kepada Ifa untuk lebih banyak berdiam diri di rumah bersama Adek dan tantenya, tapi Ayah Ifa justru menyarankan agar Ifa jangan sering tidur dalam bulan puasa ini. "Biarlah ia bermain, usianya sudah bisa mencerna bagaimana perihnya perut orang yang tidak makan. Karena itu, lebih baik ia bermain daripada tidur-tiduran di rumah, supaya ia tahu rasa berpuasa. Bila ia tahan lagi, suruh ia berbuka. Bila masih sanggup, beri terus ia sugesti!", kata suami saya ketika saya menyuruhnya untuk mengancam Ifa agar lebih sering tidur siang daripada bermain. Saya lihat, Ifa nampaknya dari hari ke hari, makin terbiasa menikmati rasa berpuasa, keletihan dan kehausan. Dan, sulungku yang cantik ini, selalu mampu menuntaskannya hingga berbuka. Kualitas puasa Ifa, dalam usianya 7 tahun, makin tinggi dari tahun kemaren. Dan itu selalu saya katakan padanya kala ia memandang saya dalam rona muka letih dan haus. Dan, Ramadhan/puasa tidak menghilangkan dunia Ifa yang lain - bermain dengan teman-teman sebayanya !.

Anak Telanjang Kaki Lebih Cepat Berjalan

Oleh : Imla W. Ilham

Orangtua biasanya paling suka membelikan balitanya sepatu yang lucu, berwarna warni hingga yang berbunyi. Padahal sering bertelanjang kaki adalah yang terbaik untuk balita.

Menurut ahli, anak yang sering bertelanjang kaki akan lebih cepat mulai berjalan dan perkembangan otaknya berjalan secara optimal. Memakaikan sepatu pada anak dengan usia yang terlalu muda dapat menghambat kemampuan berjalan dan kemampuan otaknya. Usia balita sebaiknya anak sering dibiasakan telanjang kaki. Dengan bertelanjang kaki, anak akan belajar untuk seimbang. Dengan umpan balik yang dirasakan saat menginjak tanah, akan mengajari anak bagaimana cara untuk tidak terjatuh. Selain itu, berjalan dengan telanjang kaki akan mengembangkan otot-otot dan ligamen kaki, meningkatkan intensitas busur kaki, meningkatkan proprioception (kesadaran dengan ruang di sekitar) dan memberikan kontribusi untuk postur tubuh yang baik.

Kita masih harus belajar dari asal usul kita, yaitu dengan bertelanjang kaki. Sepatu hanya dirancang untuk melindungi telapak kaki, itu pun bila diperlukan dan hanya sementara waktu. Kaki manusia pada saat lahir bukan merupakan versi miniatur dari kaki orang dewasa. Bahkan, tidak berisi tulang sama sekali dan hanya terdiri dari massa tulang rawan. Selama bertahun-tahun, tulang rawan tersebut akan menjadi kaku dan menjadi 28 tulang yang ada di kaki manusia dewasa. Namun, proses ini belum selesai sampai masa remaja, sehingga sangat penting untuk sering-sering membiarkan kaki tanpa penghalang atau alas kaki. Sayangnya, kebanyakan sepatu yang dipasarkan untuk balita tidak sehat. Kebanyakan sepatu hanya seperti bata ukuran kecil, yang sangat kaku, tidak ada fleksibilitas pada telapak dan tumit dan memiliki hak terlalu tinggi untuk balita. Sepatu semacam itu sangat tidak baik untuk anak, terlebih bagi balita yang sedang belajar berjalan. Bila Anda ingin memberikan keamanan bagi anak, carilah sepatu yang sangat fleksibel sehingga tidak memperlambat perkembangan kaki anak. Tapi yang terbaik adalah sering-sering membiarkan anak tanpa alas kaki.

Referensi Utama : www.health.detik.com