Minggu, 25 April 2010

Selamat Hari Kartini !

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Melalui diskusi dengan beberapa Facebookers, posisi Raden Ajeng Kartini (Kartini) "diperdebatkan". Kartini justru dianggap sebagai salah satu figur anak bangsa terdepan yang justru "berkompromi" dengan kolonial Belanda. Sesuatu yang mencederai hakikat kepahlawanan. Namun saya berfikir, gugatan terhadap tanggal 21 April yang merupakan hari kelahirannya, tidak beralasan dibandingkan dengan peringatan-peringatan "hari keramat" lainnya seumpama Valentine Day ataupun Hallowen yang nyata-nyata "western day" yang memiliki jarak historis dan kultural dengan "kita". Beda dengan 21 April yang inspiratif dan "bagian dari kita". Salahkah Kartini ? Nggak sih, beliau tidak salah apa-apa, beliau bukannya pernah mengajarkan ajaran sesat atau mengorupsi uang pajak negara. Malah beliau mempunyai pemikiran-pemikiran yang hebat dan maju mengenai perjuangan wanita, seperti apa yang kita ketahui selama ini. Hanya saja menurut beberapa sejarawan, apa yang dilakukan Kartini masih sebatas ide dan gagasan (walaupun ide dan gagasannya sangat bagus), belum merupakan tindakan nyata. Sedangkan pada saat itu sudah banyak perempuan Indonesia yang bergerak untuk kemajuan bangsa dan kaumnya, sebut saja Dewi Sartika dan Rohana Kudus si "Sunting Melayu". Sebagaimana halnya, gugatan terhadap para aktor sejarah yang dijadikan sebagai "pahlawan" pasca kemerdekaan yang banyak ber"aura"kan politis, maka pengangkatan nama Kartini lebih banyak merupakan campur tangan orang-orang Belanda yang saat itu dekat dengan sosok Kartini.

Namun, sejarah tak pantas untuk kita "sesali" apalagi terus kita gugat. Selagi ia inspiratif, apa salahnya dikenang dan terus ditumbuh kembangkan menjadi sesuatu yang bermakna bagi pembentukan arah hidup berbangsa dan bernegara. Kartini sudah dijadikan "icon" perjuangan emansipatoris (khususnya bagi wanita) Indonesia. Tidak salah sebenarnya mengingat apa yang telah beliau lakukan telah mengilhami dan menyemangati wanita Indonesia. Jadi mungkin kita bisa sedikit memodifikasi semangatnya, yaitu dengan menjadikan momen hari Kartini sebagai hari untuk memperingati jasa perempuan-perempuan Indonesia yang telah berbuat banyak bagi negeri kita. Banyak hal yang bisa kita khususnya perempuan Indonesia jadikan inspirasi untuk terus maju dan berkarya, tanpa menentang kodrat kita sebagai seorang wanita.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang Facebookers di detik.com, apa salah kita merayakan hari Kartini? Misalnya dengan kontes pakaian daerah yang biasa dilakukan di sekolah-sekolah atau surfing menggunakan kebaya seperti yang dilakukan para wanita surfer wanita di Bali baru-baru ini. Bukankah itu sudah menyimpang dari semangat hari Kartini yang di atas? Tapi perayaan adalah salah satu bentuk peringatan, atau kegiatan yang membuat kita jadi ingat akan hari tersebut. Hal-hal yang mungkin maknanya tidak nyambung tersebut adalah salah satu cara untuk membangkitkan semangat mengingat dan memahami hari Kartini sebagai lambang hari perempuan Indonesia. Selamat hari Kartini!

Kamis, 15 April 2010

STOP Pukul Pantat Anak !

Ditulis ulang : Imla W. Ilham, S.Ag

Ketimbang memukul atau mencubit, hukuman pukul pantat buat anak dianggap lebih aman karena pantat lebih empuk dan kalaupun dipukul hanya akan terasa sakit sebentar. Sebaiknya hentikan pikiran seperti itu, jangan lagi memberi hukuman pukul pantat pada anak. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa memukul pantat anak saat mereka berusia tiga tahun akan mengarah pada perilaku yang lebih agresif ketika mereka berusia lima tahun atau lebih. Dengan kata lain, hukuman pantat justru akan menjadi bumerang membuat anak lebih agresif. "Kita semua tahu bahwa anak-anak membutuhkan bimbingan dan disiplin, tetapi orangtua harus fokus pada hal yang positif yaitu bentuk pendisplinan non-fisik, seperti membatasi waktu dan hindari memukul," kata penulis studi Catherine Taylor, asisten profesor ilmu kesehatan masyarakat di Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine di New Orleans, seperti dikutip dari Health24, Rabu (14/4/2010).

Hukuman fisik seperti memukul pantat memang merupakan bentuk yang relatif kecil, tetapi hukuman seperti ini justru dapat memberikan implikasi yang lebih besar nantinya, yaitu membuat anak menjadi lebih agresif. "Studi tersebut menyoroti bagaimana mengasuh anak secara positif sangat penting dan efektif dalam memutus siklus kekerasan dan berpotensi mengurangi tingkat kekerasan secara keseluruhan di masyarakat kita," kata Dr Kathryn J. Kotrla, ketua psikiatri dan ilmu perilaku di College of Medicine, kampus Texas A&M Health Science Center Round Rock. Penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan dalam Pediatrics edisi Mei, juga menunjukkan hubungan antara hukuman fisik dan agresi pada anak-anak. Banyak organisasi termasuk American Academy of Pediatrics, menasehatkan larangan keras terhadap hukuman fisik. Diperkirakan 35 hingga 90 persen orangtua masih menerapkan cara pendisiplinan seperti ini.

Pada studi baru, hampir 2.500 ibu menanggapi pertanyaan seberapa sering mereka memukul pantat anak usia tiga tahun selama sebulan terakhir. Mereka juga ditanya tentang tingkat agresi anak pada usia tiga tahun, dan berbagai faktor risiko orangtua seperti depresi ibu, penggunaan alkohol dan kekerasan di antara anggota keluarga lainnya. Sekitar 50 persen dari ibu mengatakan bahwa mereka tidak memukul pantat anak mereka sebulan terakhir, sementara 27,9 persen melaporkan memukul pantat satu atau dua kali, dan 26,5 persen lainnya mengatakan bahwa mereka menggunakan jenis hukuman fisik ini lebih dari dua kali selama jangka waktu tersebut. Hasilnya, anak usia tiga tahun yang dipukul pantat dua kali atau lebih pada sebulan terakhir, meningkatkan peluang sebesar 50 persen menjadi agresif ketika mereka berusia lima tahun. "Kita tahu bahwa anak-anak belajar dari apa yang orangtuanya lakukan, jadi jika seorang anak dipukuli dengan alasan apapun, Anda benar-benar mengajarkan anak bahwa memukul, bertindak atau bersikap agresif adalah diperbolehkan," kata Taylor. Menurut Taylor, ada juga studi lain yang menunjukkan bahwa memukul pantat anak dengan alasan apapun, akan mempengaruhi perkembangan otak, emosi dan juga tentunya mempengaruhi perilaku.

(c) Sumber : www.detikhealth.com

Jumat, 02 April 2010

Do'aku Terjawab Sudah !

Ditulis ulang : Imla W. Iham, S.Ag

Ketika kumohon kepada Allah kekuatan,
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi Kuat.

Ketika kumohon kepada Allah kebijaksanaan,
Allah memberiku masalah untuk kupecahkan.


Ketika kumohon kepada Allah kesejahteraan,
Allah memberiku akal tuk berfikir.

Ketika kumohon kepada Allah keberaniaan,
Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuhadapi.

Ketika kumohon kepada Allah sebuah cinta,
Allah mmberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong.

Ketika kumohon kepada Allah Bantuan,
Allah mmberiku kesempatan.

Aku tak pernah menerima Apa yang aku pinta,
Tapi aku mnerima segala yang kubutuhkan.

DOA ku TERJAWAB sudah.

[yuli anna/voa islam on facebook group member]