Jumat, 23 Desember 2011

Ibu, Umak, Mandeh atau Apapun .......... Selamat Hari Ibu !

Edit : Muhammad Ilham

Kami (Muhammad Ilham, Aura Izzatul Afifa Ilham & Aura Malika Asy-Syifa Ilham) ...... 22 Desember 2011, mempersembahkan rasa sayang kami kepada Imla Wifra Ilham. Istri paling kasih bagi suami dan ibunda paling sayang bagi Ifa dan Adek Malika. "Tak usahlah saya dimanjakan dengan mengambil alih kerja rutin sehari-hari saya pada tanggal 22 Desember keramat bagi kaum ibu itu, bukan dengan cara itu menghargai seorang ibu. Bahagianya kalian bertiga, membuat saya menjadi terus berarti menjalankan fungsi sebagai seorang ibu". Indah nian kalam itu. Biarlah gambar dan teks dibawah ini menjadi persembahan dari kami bertiga pada orang yang kami sayangi, Imla Wifra Ilham ..... IBU dari Ifa dan Adek Malika. Selamat Hari Ibu !


"Bunda adalah yang terhebat di dunia
sebab ia melahirkan kehidupan
dan memberi nyawa pada kata cinta."
Abdurahman Faiz (Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil)

Ibu, dengan segala makna di dalamnya. Ia tidak sekadar menjadi istri dari seorang suami. Tetapi ibu merupakan cahaya bagi sebuah keluarga. Penerang jalan bagi anak-anaknya dan mitra kerja yang mendukung sang suami. Ibu, takkan pernah bisa diungkap dengan satu kata. Bahkan beribu kata juga tidak akan mampu mengungkap peran dan jasanya.
Bahagia dan Banggalah jadi seorang Ibu



Mari kita hayati, nyanyian dan power point dibawah ini :

Terlebih dahulu, KLIK Instrumental Do'a dari Hadad Alwi dibawah ini ......... dan biarkan terus bergema syahdu :




Sambil mendengarkan Instrumental Do'a dari Hadad Alwi di atas (c : youtube.com), mari baca satu persatu power point dibawah ini :








Anakku,…
Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu
Maka ibu akan memilih mengandungmu…
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak,… engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata…

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah… saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak…
Maafkan ibu…
Maafkan ibu…
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,
Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu…
(Dikutip dari Bila Ibu Boleh Memilih, kumpulan puisi hati Ratih Sanggarwati)


Insert : Foto IFA dalam gendongan ibu ketika selesai aqiqah (umur 21 hari)


Salam sayang dari kami :


Ayah Ifa dan Adek Malika

Ifa dan Adek Malika


Selamat Hari Ibu !
Terima Kasih Atas Kebahagiaan yang selalu diberikan kepada kami selama ini.
Semoga Sehat Selalu dan Ridha Allah SWT. sentiasa pada keluarga kecil kita.

Anak, Ayah dan Sekantung Paku



Biarlah gambar (power point) ini "bicara", dan biarlah diantara kita memiliki persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda.
Silahkan Klik satu demi satu !
















(c) disarikan dari Power Point Pelatihan Kepala PAUD Unggulan Sumatera Barat di Bukittinggi/November 2011

Model Pembelajaran Berbasis Alam PAUD Formal dan NonFormal

Oleh : Imla Wifra, S.Ag

Salah satu Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Pusat Kurikulum adalah melaksanakan Pengembangan bahan ajar dan Standar Kompetensi PAUD Formal dan NonFormal, Standar Isi dalam pengembangan kurikulum untuk pendidikan usia dini, pendidikan dasar. Salah satu yang menjadi bagian dari pengembangan tersebut adalah melakukan kajian kurikulum dari berbagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang dijadikan sebagai dasar untuk melakukan pengembangan standar dan bahan ajar Paud Formal dan NonFormal kurikulum yang menjadi tanggung jawab Pusat Kurikulum. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang utamanya adalah standar dan bahan ajar kurikulum mata pelajaran pendidikan dasar. Kegiatan di awali dengan penyusunan desain untuk menetapkan fokus pengembangan, selanjutnya melakukan kajian dokumen Standar Isi, pengembangan pelaksanaan standar isi, diskusi hasil pengembangan dokumen standar isi, diskusi hasil kajian pelaksanaan stadar isi, Studi dokumentasi standar isi, analisis data hasil kajian, penyusunan hasil pengembangan bahan ajar silabus, presentasi hasil pengembangan dan penyusunan laporan. Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini merupakan seperangkat kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai oleh anak sesuai dengan tahapan usianya. Standar ini dikembangkan berdasarkan aspek perkembangan anak, yang meliputi:
  1. Perkembangan moral dan nilai-nilai agama
  2. Perkembangan sosial, emosional dan kemandirian
  3. Perkembangan bahasa
  4. Perkembangan kognitif
  5. Perkembangan fisik/motorik
  6. Perkembangan seni
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak. Salah satu penyebab utama dalam kesalahan mendidik adalah banyak para orangtua dan guru yang kurang menyadari cara-cara mendidik yang patut. Pada awal tahun 80-an mulai bermunculan berbagai kritikan terhadap kurikulum yang dianggap telah mematikan semangat dan kecintaan anak untuk belajar. National Association for the Young Children (NAEYC) sebuah organisasi yang muncul pada tahun 1980-an di AS merupakan gerakan yang berusaha mematut terhadap berbagai miskonsepsi dalam dunia pendidikan anak usia dini. Di sini berhimpun para pakar pendidik anak usia dini, dimotori Sue Bredekamp membuat petisi melalui “konsep DAP”. Terjemahan bebas konsep DAP (Developmentally Approriate Practice) merupakan pendidikan yang patut berorientasi tahap perkembangan anak. Setiap anak yang berusia 0-8 tahun memiliki pola perkembangan yang dapat diprediksi sehingga memudahkan dalam upaya memberikan pelayanan pendidikannya.

Penerapan konsep DAP dalam pendidikan anak usia dini memungkinkan para pendidik melayani anak sebagai individu yang utuh (The Whole Child), yang melibatkan empat komponen dasar yang dimiliki anak, yaitu Pengetahuan, Ketrampilan, Sifat Alamiah, dan Perasaan yang bekerja secara bersamaan dan saling berhubungan. Oleh karena itu jika sistem pembelajaran dapat melibatkan semua aspek ini secara bersamaan maka perkembangan kepribadian anak akan tumbuh secara berkelanjutan. Hasil studi para pendukung DAP, metode ini memberikan lingkungan belajar yang senantiasa mendorong anak bereksplorasi, kreatif, dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar. Dampak terhadap perkembangan sosial-emosi menunjukkan bahwa anak usia dini yang dilayani dengan metode DAP mempunyai tingkat stress yang rendah dibandingkan anak-anak yang dilayani tanpa metode DAP. Sebuah studi lain juga melaporkan bahwa anak-anak usia dini yang berada dalam kelas non DAP memiliki tekanan dalam proses pendidikan karena mereka senantiasa diminta mengisi lembar kerta kerja yang kurang patut dan kurang menyenangkan anak.

:: disarikan dari beberapa makalah dalam "Pelatihan PAUD Unggulan se-Indonesia" di Grand Cempaka Hotel Jakarta, 9 - 12 April 2010

Jumat, 16 Desember 2011

Masjid Tua nan Eksotik, Masjid Kontemporer Nan Glamour

Oleh : Muhammad Ilham

Dalam banyak hal, agama telah "bermetamorfosis" menjadi sejumlah ritus, upacara bahkan entertain. Dalam bahasa metafora Nabi Mulia Baginda Muhammad putra tersayang Abdullah, "masjid-masjid mereka ramai tetapi kosong dari petunjuk". Kesalehan tidak jarang justru digunakan untuk menyembunyikan keangkuhan dan menutupi penyelewengan. Bahkan, publik tak bisa dibohongi bahwa lembaga-lembaga agama menjadi lembaga-lembaga yang memberlakukan kasih dan "kehangatan" agama hanya sebagai komoditas. Teks-teks kitab suci digunakan sebagai amunisi untuk "menembaki" orang-orang yang dianggap sesat. Sebagaimana halnya politik, agama pada akhirnya telah kehilangan "kehangatan". "Agama, kata Baginda Nabi Muhammad SAW., adalah kecintaan dan kehangatan yang tulus. Tak ada agama kalau sudah kehilangan kecintaan dan kehangatan yang tulus tersebut". Wallahu A'lam bish Shawab.

Dan, masjid senantiasa bertambah, dengan segala corak rona dan rupa. Mendecak kagum kita melihatnya. Semoga bertambah pula "kehangatan" dan "petunjuk" yang dihadirkannya.


Masjid Kayu Tuo Minangkabau

Masjid Raya Pakandangan

Surau Atap Ijuk



Masjid Agung Palembang

Masjid Agung An-Nur Pekan Baru

Masjid Agung Semarang

Masjid (Islamic Centre) Samarinda

Sumber foto : laborsejarah FIB-Adab IAIN Padang & www.google.picture.com

Kamis, 15 Desember 2011

Sajak Seorang Tua Untuk Istrinya

Sajak (Alm.) WS. Rendra

Aku tulis sajak ini, untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
Kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita, yang hampir rampung
Dan dengan lega akan kita lunaskan

Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita
Karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan
Suka duka kita bukanlah istimewa
Karena setiap orang mengalaminya

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
Bekerja membalik tanah
Memasuki rahasia langit dan samudra
Serta mencipta dan mengukir dunia

Kita, menyandang tugas
Karena tugas adalah tugas
Bukannya demi sorga atau neraka
Tetapi demi kehormatan seorang manusia!

Karena sesungguhnya, kita bukan debu
Meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu
Kita adalah kepribadian
Dan harga kita adalah kehormatan kita…

Tolehlah lagi kebelakang
Ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapuskannya
Lihatlah! Betapa tahun tahun kita penuh warna
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
Melewatkan tahun tahun lama yang porak poranda

Dan kenangkanlah pula,
Bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
Menghadapi langit dan bumi
Dan juga…nasib kita
Kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara
Bukan karena senyuman adalah satu kedok

Tetapi karena senyuman adalah satu sikap
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama, nasib, dan…kehidupan
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah, bahwa kita telah selalu menolak menjadi korban
Kita menjadi goyah dan bongkok
Karena usia nampaknya lebih kuat dari kita
Tapi, bukan karena kita telah terkalahkan!

Aku tulis sajak ini, untuk menghibur hatimu
Sementara kamu kenangkan encokmu
Kenangkanlah pula,
Bahwa kita ditantang seratus dewa!




















Foto : Mat Visual Fotografi

Selasa, 13 Desember 2011

Candi Cantik Itu Bernama Candi Prambanan

Ditulis ulang : Imla Wifra Ilham

Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan Hindu dari abad ke-10. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi 47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi. Kompleks Candi Prambanan mempunyai 3 halaman, yaitu halaman pertama berdenah bujur sangkar, merupakan halaman paling suci karena halaman tersebut terdapat 3 candi utama (Siwa, Wisnu, Brahma), 3 candi perwara, 2 candi apit, 4 candi kelir, 4 candi sudut/patok. Halaman kedua juga berdenah bujur sangkar, letaknya lebih rendah dari halaman pertama. Pada halaman ini terdapat 224 buah candi perwara yang disusun atas 4 deret dengan perbandingan jumlah 68, 60, 52, dan 44 candi. Susunan demikian membentuk susunan yang konsentris menuju halaman pusat.

Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda, kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis, sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993. Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja. Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan. Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, dengan tinggi bangunan utama adalah 47 m.








Sumber tulisan & foto : lapatau.blogspot.com & myepaw.com & koleksi pribadi

Minggu, 06 November 2011

Aku Bangga Punya Kampung, Namanya Air Bangis

Oleh : Imla Wifra Ilham (Bunda Iffa & Malika)

"Aku bangga punya kampung, namanya Air Bangis"
(Iffa Ilham)

Kata-kata diataslah yang pernah diutarakan sulung saya Iffa pada kawan-kawannya beberapa waktu lalu. Karena itu pula, pada Hari Raya Idhul Adha tahun ini, Iffa pulang kampung. Dengan rasa senang, ia pulang bersama tante Mesya-nya (pengasuh Iffa dan Malika). Hanya mereka berdua, karena saya dan suami tidak mungkin bisa pulang, maklum disamping liburan yang tidak begitu lama, banyak pekerjaan yang masih terbengkalai, terutama ayah Iffa. Ia harus ngajar dan ngantor hari Senin, serta mengomandani warga di komplek perumahan kami berkaitan dengan Hari Raya Idhul Adha dan penyembelihan hewan Qurban. Sementara Malika, mungkin karena masih kecil (6 tahun), ia nampaknya tak mau berpisah dengan saya. Memang terdapat perbedaan antara Iffa dan Malika, dua putri mungil dan manis kami ini. Iffa, mungkin karena anak tertua, cenderung mandiri dan enjoy saja bila jauh dengan kami. Sementara Malika, agak takut berpisah dengan saya. Tapi bagaimanapun jua, mereka adalah anak-ana kami yang saling melengkapi, mereka berdua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kembali ke Pulang Kampung-nya Iffa. Iffa dan tante Mesya-nya bernagkat pada hari Jum'at malam lalu dengan travel. 5 jam perjalan, lebih kurang. Sejak pulang dari sekolah, Iffa nampaknya tidak sabaran. "Iffa rindu pada nenek dan kakek (biasa dipanggilnya dengan ongku)", katanya. Neneknya pun demikian, teramat sering menelepon, kapan Iffa pulang kampung. Maklum, sebagai cucu tertua, Nenek dan Ongkunya sangat sayang pada Iffa. Apalagi di kampung, Iffa memiliki dua orang mamak (biasanya ia panggil Makning dan Manda) yang juga kasih pada sulung saya ini, disamping keluarga suami (kakak dan adik suami) yang dipanggil Iffa dengan Uci dan Papa (panggilan buat adik suami yang paling kecil). Saya kakak beradik 5 orang, saya paling tua dan satu-satunya perempuan. Berarti, Iffa memiliki 4 orang mamak (adik saya semuanya laki-laki, 2 di Air Bangis dan 2 di Padang). Jadi tidaklah mengherankan apabila mamak-mamak Iffa sangat sayang padanya, maklum, mereka hanya memiliki dua orang kemenakan, Iffa dan Malika. Dalam tradisi Minangkabau, mamak memiliki peran sentral bagi kemenakannya. Dan bagi Iffa (serta Malika), Air Bangis adalah cerita indah tersendiri baginya.

Ayah Iffa dan Malika selalu menekankan untuk "sadar kampung halaman". Pernah suatu ketika ia berkisah tentang cerita kawannya yang kuliah di Michigan University Amerika Serikat. Ketika kawannya ini untuk pertama sekali kuliah di Michigan University ini, dosennya meminta ia untuk memperkenalkan diri ...... dan menceritakan tentang adat istiadat serta kampung halamannya. Pada waktu itu, ia kebingunan. Adat istiadat mana dan kampung halaman siapa yang akan diceritakannya. Ia anak blasteran domestik. Ayah dan ibunya yang kebetulan berlainan etnik ini tidak pernah satu kalipun bercerita tentang adat istiadat mereka. Apalagi, sejak lahir hingga besar, kawan suani saya ini tidak pernah diajak pulang kampung. Bila liburan, ia bersama adik-adiknya diajak orang tua mereka liburan ke Jakarta dan tempat-tempat liburan "modern" di kota-kota besar. Hidup di komplek perumahan yang heterogen serta terbiasa mempergunakan Bahasa Indonesia dalam bahasa tutur di keluarga mereka, membuat kawan suami saya ini merasa tidak memiliki yang namanya adat istadat dan kampung halaman dalam pengertian spesifik. Karena itu-lah suami saya "menginstruksikan", bahasa Air Bangis adalah bahasa "wajib" di rumah pada Iffa dan Malika. Bila di sekolahnya, silahkan ia berbahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia.

"Iffa dan Malika harus memiliki kebanggaan spesifik pada bahasa ibunya, karena dengan itu, nantinya ia akan merasa kaya. Belajar bahasa ibu jauh lebih sulit bila ia besar nantinya, dibandingkan dengan Bahasa Indonesia", kata ayah Iffa dan Malika.

"Bahasa planet Pluto nantipun bisa ia pelajari bila sudah besar, tapi bahasa kampung halaman, ia akan menemukan mendapatkan rasanya", kata suami saya kembali.

Akhirnya, praktis Iffa dan Malika kadang-kadang berbahasa gado-gado bila bercengkerama dengan kawan-kawannya di komplek perumahan kami. Maklum, bahasa kampung sering terbawa. "Biarkan saja !", kata suami saya. Saya menurut saya, karena bagi saya itu memang baik bagi Iffa dan Malika. Sedangkan liburan di kampung halaman bagi Iffa, bagi saya dan suami, merupakan bentuk menyatukan Iffa dan membuat ia bangga memiliki kampung halamannya. Disamping itu, "mengajarkan pada Iffa, ia memiliki handai taulan yang nanti harus selalu ia kunjungi bila sudah besar", ujar Ayahnya ketika melepas Iffa dan tante Mesya-nya malam Jum'at kemaren. Sementara Malika, ia menangis melepaskan kakaknya ini (biasa ia panggil teta).

"Teta jangan lama di kampung yaa ?", katanya dalam tangis. Iffa memeluk Malika. Mata saya sabak.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Ketika Lebih Bangga pada Negara Lain

Oleh : Imla W. Ilham

Tanggal 17 hingga 22 September 2011 yang lalu, Alhamdulillah, ilmu dan pengalaman saya ditambah Allah kembali. Saya berkesempatan mengikuti Pelatihan/Pendidikan "Penguatan Kurikulum PAUD Nasional". Kegiatan yang berlangsung di Komplek Panorama Regency, Nagoya Batam Kepulauan Riau ini diikuti oleh utusan dari Pengelola/Kepala Sekolah PAUD Unggulan masing-masing propinsi di Indonesia. Saya tak ingin menjelaskan seluk beluk kegiatan dan materi-materi yang dipaparkan karena bagi saya, kegiatan semacam ini sangat mencerahkan, sebagaimana kegiatan-kegiatan sejenis yang pernah saya ikuti beberapa waktu lalu. Saya hanya ingin menceritakan pengalaman yang bagi saya sangat menarik sekaligus ironis. Seperi biasanya, setiap kegiatan, apakah itu seminar ataupun pelatihan/workshop apalagi tingkat nasional, maka acara pembukaan kegiatan tersebut dihadiri oleh pejabat-pejabat tingkat daerah dan nasional. Sambutan-sambutan silih berganti. Berjenjang, dari yang jabatannya rendah hingga tinggi. Demikian juga halnya dengan kegiatan yang saya ikuti ini.

Karena kegiatan ini dilaksanakan di Batam, Propinsi Kepulauan Riau, maka pasti ada sambutan resmi dari pejabat daerah yang berhubungan dengan pendidikan PAUD. Kebetulan pejabat daerah yang memberikan sambutan ini adalah berjenis kelamin "wanita", tepatnya ibu-ibu. Pada awalnya saya beranggapan, ibu kita yang cantik ini (saya tidak menyebut namanya atau inisialnya) akan memberikan sambutan mengenai harapannya tentang kegiatan yang dilaksanakan, atau memberikan gambaran tentang perkembangan PAUD di daerah Batam, atau mungkin minimal mendeskripsikan dengan bangga mengenai kemajuan daerah Batam di semua lini, khususnya ekonomi dan pariwisata. Tapi saya merasa terkejut, ibu kita yang cantik ini bukannya memberikan sambutan tentang hal-hal yang berhubungan dengan PAUD (kalau-pun ada, porsinya teramat minim), beliau justru banyak "menceritakan" tentang Singapura. "Ibu-ibu, kami di Pulau Batam ini, lebih suka berkunjung atau liburan ke Singapura. Cukup dengan Rp. 300.000,- ibu-ibu sudah bisa bolak-balik ke negeri singa tersebut, dan bla.....bla....bla", katanya panjang lebar dengan wajah sumringah dan penuh kebanggaan mengkisahkan bahwa masyarakat Batam (mungkin beliau saja yang bangga) begitu bangga pergi ke Singapura daripada ke Jakarta atau ke lokasi-lokasi pariwisata di Batam. Alih-alih menceritakan tempat pariwisata di Batam, justru si ibu kita yang cantik ini justri "mensugesti" para pendengar untuk berpariwisata ke Singapura. Ironis !. Untunglah, ketika salah seorang pejabat PAUD dari pusat memberikan sambutan, pejabat yang juga wanita ini sedikit "menyindir" ibu kita yang cantik dan teramat bangga dengan Singapura tersebut. "Kita seharusnya menanamkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air kepada anak-anak sejak usia mereka masih dini. Bukan menanamkan kebanggaan terhadap negara lain pada diri mereka", kata ibu ini.



Sumber Foto : anak-anak.0rg

Senin, 19 September 2011

Mendongeng di Era Digital

Ditulis ulang : Imla W. Ilham

Kemajuan zaman ternyata tak membunuh tradisi mendongeng. Dongeng justru makin digemari sebagai alat perekat komunikasi antara orangtua dan anak. Hanya cara mendongengnya saja yang sedikit berubah. Budi Setiawan (36) awalnya hanya ingin mendidik anaknya sendiri dengan dongeng. Ia mendongengi anak tunggalnya, Ayunda Damai Fatmarani, sejak bayi hingga kini telah berusia lima tahun. "Dia sangat senang sekali. Lama-lama, mendengar dongeng menjadi kebutuhannya," kata Budi. Pada saat harus pergi bertugas ke luar kota pun, Budi tetap mendongengi anaknya. Dia selalu meninggalkan rekaman dongeng di laptop sehingga Damai tetap bisa mendengarkan dongeng dari ayahnya."Setelah saya pulang, saya akan mengulang kembali dongeng itu secara langsung," tambahnya. Suatu hari, Budi membaca buku cerita Toto Chan sebagai materi dongeng. Damai yang saat itu berusia 3,5 tahun sangat menikmati dan banyak bertanya. Dua hari kemudian, dia meminta buku Toto Chan dan membacanya sendiri. Ibunya lantas merekam dan rekaman itu didengarkan oleh Budi sekadar untuk kangen-kangenan ketika pergi ke luar kota. Budi mengunggah rekaman itu di blog-nya, indonesiabercerita.org, dan menceritakan tentang rekaman dongeng itu kepada teman-temannya di Twitter. Ternyata, rekaman itu mendapat banyak respons. "Dari situ, kami memutuskan merekam dongeng-dongeng dalam bentuk MP3. Dongeng itu bisa diunduh orangtua yang membutuhkan," tambahnya.

Hingga awal April lalu, jumlah podcast dongeng yang masuk ke blog indonesiabercerita.org mencapai 38 buah. Sebagian dongeng dibuat anggota sanggar dongeng yang didirikan Budi Setiawan dan sebagian lagi kiriman teman-teman Twitter.
Ibu dua anak, Indah Ariani (35), juga turut tertarik menyumbang rekaman suaranya yang sedang mendongeng ke blog indonesiabercerita.org. Sudah dua rekaman dongeng yang dia kirim, yakni berjudul Batu yang Dihukum dan Mei-mei. Namun, Indah mengaku belum memanfaatkan peranti gadget secara maksimal untuk mendongeng. "Mungkin kalau aku sering pergi jauh, aku akan gunakan gadget untuk dongeng," katanya. Indah mendongengi dua anaknya sejak mereka kecil hingga sekarang ketika mereka sudah berusia 10 tahun dan 13 tahun. Alasannya sederhana saja, Indah ingin menularkan tradisi mendongeng yang dulu juga menjadi pengalamannya sewaktu kecil. Dongeng yang diceritakannya, antara lain dari kisah HC Andersen, kisah para nabi, sampai ensiklopedia anak. "Sampai-sampai anak saya beranggapan, ensiklopedia itu dongeng ilmu pengetahuan. Saya mendongeng kapan saya sempat dan akhirnya jadi kebutuhan," tambahnya. Dongeng pun tak melulu dilakukan menjelang tidur, tetapi bisa di mana dan kapan saja, seperti saat terjebak macet di mobil. Sesekali Swastika mendongeng dengan menggunakan boneka tangan. Melalui dongeng, dia mengajari anak-anaknya tentang nilai kehidupan tanpa harus memerintah atau mendikte. Anak-anak akan belajar sendiri dan merasa nyaman karena seperti diajak bermain.

Budi yang berprofesi sebagai dosen psikologi di Universitas Airlangga menambahkan, dongeng adalah komunikasi yang bisa menggerakkan orang karena langsung menyentuh emosi. Seiring perkembangan zaman, Budi memilih merekam dongeng dalam bentuk audio ketimbang visual karena audio menciptakan imajinasi di otak dibandingkan visual. Audio juga dinilai lebih praktis. "Di otak yang ada itu bukan teks, tetapi imaji. Misalnya, kalau mendengar kata perang yang terbayang bukan teks, melainkan gambar perang. Jadi, budaya dongeng berbeda dengan budaya menonton," kata Budi. Di Barat, lanjut Budi, tradisi merekam suara (audio) itu berjalan dengan baik, sementara di Indonesia tidak. Masyarakat Indonesia belum punya kebiasaan untuk merekam suara dan bercerita. Yang menonjol justru kebiasaan memotret diri sendiri. Psikolog dari Universitas Airlangga, Rudi Cahyono, menambahkan, dongeng telah menjadi bagian dari budaya masyarakat. Dongeng cenderung tidak menghakimi, memberi ilustrasi, dan mampu mengubah seseorang tanpa adanya perintah atau instruksi.

Sumber: http://edukasi.kompas.com

Jumat, 16 September 2011

Rancaknya Orang Minang "Saisoeak"

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Banyak orang percaya tidak boleh berkodak bertiga karena akan tersua yang tidak elok nantinya. Ada yang percaya, kalau berfoto bertiga, salah seorang akan cepat mati. Tapi yang jelas gadis dari Padang Panjang ini telah melanggar tabu itu dengan berfoto bertiga. Kita tidak tahu bagaimana nasib ketiga gadis Minang ini setelah berfoto bersama. Tapi yang penting didiskusikan di sini adalah image yang terekam dalam foto ini, sebab foto adalah sebuah situs sejarah. Kelihatan betapa rancaknya pakaian pesta perempuan Minang di zaman dulu, tak kurang bagusnya dibandingkan dengan pakaian wanita Minang zaman sekarang. Kainnya sejenis songket balapak yang bagus. Demikian pula dengan baju, selendang dan hiasan kepalanya. Tikuluak gadis yang berdiri di tengah kelihatan agak berbeda modelnya: ada tambahan kain di tengahnya. Di leher mereka kelihatan untaian perhiasan dan di lengan terpasang galang gadang. Rupanya inilah bentuk pakaian tradisional Minangkabau dari Padang Panjang zaman dulu. Tak tahu apakah para wanita Padang Panjang sekarang masih suka memakai pakaian bagus seperti ini atau sudah nge-njeans dan nge-you can see. Banyak bukti visual menunjukkan bahwa setiap daerah di Minangkabau memiliki aksesoris pakaian yang khas, di samping ada ciri umum yang berlaku di seluruh Minangkabau.

Kalau kita lihat foto ini, kelihatan bahwa wanita Minang cukup dimanjakan dengan pakaian bagus. Jarang kita lihat dalam foto-foto klasik tempo doleoe perempuan Minang yang berpakaian tidak sandereh. Barangkali ini salah satu efek dari sistem matrilineal Minangkabau: wanita cukup dimanjakan. Foto ini tampaknya dibuat dengan sebagus mungkin. Artinya, penampilan ketiga gadis ini memang sudah dikondisikan sebelumnya. Bukan tidak mungkin foto ini dibuat di sebuah ‘studio’. Judul foto ini adalah “Minangkabausche vrouwen in nationale kleederdtracht, Padang-Pandjang” (Perempuan Minangkabau dalam pakaian nasional [adat] dari Padang Panjang). Foto ini berbentuk kartu pos, dicetak oleh Tjan Djoe Sien di Padang sekitar tahun 1910. Tampaknya foto ini telah dikirimkan dari Nederlandsch East Indies ke suatu tempat lain. Menurut keterangannya, kartu pos ini dikirim ke Beyrouth di Syiria. Perangko yang tertempel di kartu pos ini adalah salah satu seri perangko Hindia Belanda. Kalau ada pencinta filateli kita yang memiliki perangko seperti ini, tentu sudah bisa belasan juta pula harganya. Pakaian adalah salah satu identitas etnis. Jenis pakaian tertentu memberikan kepercayaan diri kepada pemakaianya. Pakaian berdampak kepada kepribadian. Orang mungkin tak sadar bahwa imperialisme budaya bisa dilakukan antara lain melalui pakaian. Jadi, alangkah bagusnya jika orang Minangkabau tetap menghargai pakaian tradisionalnya.

Sumber : (Suryadi – Leiden, Belanda/Sumber foto: http://www.worthpoint.com/)
(Judul merupakan improve dari Judul Aslinya : Gadis Minang dari Padang Panjang)

Minggu, 04 September 2011

Kerendahan Hati



Taufik Ismail – Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

—————————————–

Douglas MallochBe the Best of Whatever You Are

If you can’t be a pine on the top of the hill,
Be a scrub in the valley — but be
The best little scrub by the side of the rill;
Be a bush if you can’t be a tree.

If you can’t be a bush be a bit of the grass,
And some highway happier make;
If you can’t be a muskie then just be a bass —
But the liveliest bass in the lake!

We can’t all be captains, we’ve got to be crew,
There’s something for all of us here,
There’s big work to do, and there’s lesser to do,
And the task you must do is the near.

If you can’t be a highway then just be a trail,
If you can’t be the sun be a star;
It isn’t by size that you win or you fail —
Be the best of whatever you are!

Rabu, 24 Agustus 2011

Selamat Idhul Fitri 1432 H./2011 M. : "Pulang Kampung"

Ditulis ulang : Imla W. Ilham
(c) Muhammad Ilham

Hamba Rindu Kampung. Tanah Tumpah Darah Ibunda, yang memasak LEMANG jelang Lebaran. Dengan lentik kasih, membedaki Hamba Subuh Takbir Syawal Menjelma. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. (Muhammad Ilham FB)

" ...... Bila kita adalah burung yang terbang jauh di jagat kosmopolitan modern, tentu kita sadari dulunya kita pernah menjadi telur dalam cangkang. Kita sekarang adalah burung-burung rantau yang selalu rindu pada kehangatan sarang ... ! (YB. Mangunwidjaja)

Tradisi mudik berkait sebab akibat dengan fenomena merantau masyarakat urban, pastinya mudik merupakan "kerinduan primordial" terhadap kampung halaman. Tradisi ini bukan sesuatu tradisi yang kebetulan. Tradisi yang menyiratkan sekaligus makna religius dan sosiologis. Melalui ‘pulang kampung’ itu orang ingin kembali kepada keintiman diri melalui reuni kedekatannya dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman. Pendeknya, fenomena sosial mudik merupakan cermin kerinduan untuk bersilaturahmi dalam kelekatan intim dengan Tuhan dan sesamanya. Semakin kita dibawa menjauh dari "titik awal" di mana kita berasal, bentangan dunia kita akan semakin luas, namun kehendak untuk kembali juga semakin besar. Di era gadget dan internet yang semakin memudahkan dan memanjakan kita untuk melakukan kontak melalui media-media jejaring sosial, bahkan untuk melakukan "komunikasi sekarang juga" dengan siapa pun di belahan dunia mana pun, justru akan membuat kita tambah memberi arti pada kerinduan pulang kampung. Perpindahan dan ruang jelajah kita hingga ke ujung-ujung pergaulan kosmopolitan, seperti meregang kita dalam sentrifugal emosi untuk kembali ke pusaran diri yang intim. Sejatinya setiap manusia selalu merindukan keintiman. Kerinduan pada yang intim itu semakin membesar manakala kita semakin jauh menjelajah atau pergi merantau.








للّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، وَلِلّهِ الْحَمْ

اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، اَللّهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ اَللّه اَكْبَرُ،اَللّهُ اَكْبَرُ، وَلِلّهِ الْحَمْدِ

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّ وَ مِنْكُمْتَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ

تقبل الله منا ومنكم صيا منا وصيا مكم من العا أدين والفا أزين




Photo's : www.infomudik.com/vivanews.com/detik.com