Sabtu, 24 Oktober 2009

Ketika 7 Keajaiban Dunia Ditanyakan ......

Ditulis ulang oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Sekelompok murid ditugaskan untuk membuat daftar tentang segala sesuatu yang mereka anggap sebagi tujuh keajaiban dunia. Meskipun terjadi beberapa ketidaksepakatan, namun kebanyakan murid membuat daftar sebagi berikut :

1. Piramid di Mesir.
2. Taj mahal.
3. Grand Canyon.
4. Terusan Panama.
5. Empire State Building.
6. St. Peter's Basilica.
7. Tembok Cina.

Ketika mengumpulkan kertas para murid, Pak Guru memperhatikan ada seorang murid perempuan yang belum menyerahkan daftarnya, lalu ia bertanya apakah ia mengalami kesulitan dalam menyusun daftarnya. Murid peremuan itu menjawab," Ya, ada kesulitan sedikit. Aku tidak bisa memutuskan mana yang harus kudaftar. Ada begitu banyak keajaiban." Pak Guru berkata," Jika demikian, bacakan kepadaku apa-apa yang telah kau catat, mungkin nanti aku bisa membantumu." Murid itu ragu sejenak,tapi kemudian membacakan daftarnya, " Menurutku, tujuh keajaiban dunia adalah :

1. menyentuh.
2. merasakan.
3. melihat.
4. mendengar.

Ia ragu sejenak lalu menambahkan :

5. meraba.
6. tertawa.
7. dan mencintai.

Ruang kelas menjadi begitu sunyi sehingga suara jarum jatuh pun dapat terdengar. Kegiatan yang sering kita abaikan, kita anggap sepele dan biasa sesungguhnya merupakan kegiatan yang menakjubkan. Ini adalah peringatan bahwa, hal-hal yang paling berharga dalam kehidupan adalah hal-hal yang tidak dapat kita beli.

Inspirasi : R. Ayahbi (mohon maaf, dikutip bebas)

Sabtu, 17 Oktober 2009

Gempa 30 September : "Syukurku Padamu Ya Allah"

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Alhamdulillah, Allah SWT., masih mengamanahkan kepada kami nikmat kesehatan dan amanah anak-anak serta yang lain. Waktu gempa 30 September 2009 yang lalu, saya dan suami berada jauh dari rumah dan anak-anak. Anak-anak berada bersama dengan pengasuh yang sudah cukup lama bersama kami (biasanya IFA dan ADEK memanggilnya dengan "Tante Fera", anak tetangga saya di kampung). Saya dan suami terjebak macet dengan kondisi traumatis yang saya alami. Secara langsung, saya banyak melihat keruntuhan gedung-gedung dan kepanikan masyarakat. Apalagi, waktu itu saya dan suami berada di daerah tepi laut (Sekolah saya berada dekat Pantai Padang, dan seperti biasa setiap sore - kalau tidak sibuk - suami saya pasti menjemput saya). Saya bisa melihat kepanikan masyarakat akan datangnya tsunamy. Akhirnya, lewat perjuangan berat, saya dan suami sampai di rumah hampir jam 24.00 tengah malam (cerita tentang ini lihat artikel dalam Blog suami saya : http://ilhamfadli.blogspot.com/2009/10/padang-ancaman-gempa-88-skala-richter.html dan http://ilhamfadli.blogspot.com/2009/10/g-30-s-baca-gempa-tiga-puluh-september_12.html).

Ketika tengah malam sampai di komplek perumahan kami tersebut, saya dan suami mendapati komplek perumahan dalam susana mencekam ..... listrik padam dan saya lihat banyak rumah yang rusak berat, bahkan ada yang ambruk total. Dalam fikiran saya pada waktu itu, terbayang dua putri mungil yang kami tinggalkan, pasti menangis dan resah luar biasa. Namun Alhamduilillah, sesampainya di depan rumah, rupanya putri-putri kami lagi tidur di teras rumah bersama dengan pengasuh dan beberapa orang tetangga. Karena kasihan, saya tidak membangunkan mereka. Sementara itu, suami bersama beberapa orang pengurus RT/RW mulai keliling komplek untuk melihat-lihat kondisi komplek yang setengah hancur. Sementara itu rumah kami, tidak apa-apa, hanya ada beberapa retak kecil di teras. Syukurku padamu ya Allah.

Jumat, 16 Oktober 2009

Etika dengan Standar yang Bervariasi

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Suami saya punya teman, namanya Khilal Syauqi. Masih muda, belum 30 tahun. Lebih kurang 5 tahun ia menuntut ilmu di Mesir, Universitas Al Azhar. "Lc" gelar di akhir namanya dan "Haji" di awal namanya. Di daerah-daerah Timur Tengah, kata Khilal yang Haji ini, kita boleh menjentil-jentilkan hidung anggota kabilah di Padang Pasir atau mengelus-ngelus dagunya seakan-akan dagunya itu adalah dagu kita. Mereka tidak akan marah. Bahkan bila sudah akrab, maka setiap ketemu, biasa saja kepala kita yang ditampar atau gantian kepala kita yang "dijitak". Tapi jangan coba-coba menampar atau menyentuh pantat mereka. Mereka bisa murka besar. Entah karena apa, mereka menaruh hormat kepada bagian tubuh ini. Di Indonesia, kita boleh mengecup tangan seberapa banyak yang kita suka, tapi jangan coba-coba menjamah kepala.

Konon, kita diperbolehkan kentut di sembarang tempat di Amerika, khusus di belahan sebelah utara ..... tapi jangan lakukan di Indonesia. Kurang ajar, bar-bar, kurang pendidikan dan seterusnya menjadi label yang akan dilekatkan kepada kita. Setingkat dibawah kentut, sendawa menjadi sesuatu yang biasa di Indonesia, setidaknya yang saya alami. Ada rasa bahagia dari orang-orang terdekat kita ketika kita makan makanan yang mereka buat, maka setelah kita kenyang, sendawa kita keluar. Mereka akan tersenyum, "Alhamdulillah, tidak sia-sia saya memasak, sudah keluar sendawa anda". Sendawa menjadi signal dan parameter enak-tidak enaknya sebuah makanan. Konon, jangan lakukan hal ini di negara-negara "Barat", sendawa menjadi standar tinggi rendahnya etika seseorang di meja makan................. ketika suaminya saya "sendawa" pada waktu selesai makan, ada rasa senang luar biasa pada diri saya. Ketika suami saya "kentut" (he...he 1000 X, maaf ya bang), apalagi di depan anak-anak kami, saya akan cemberut, dan makin cemberut bila ia memberikan justifikasi, "di barat kentut tidak dilarang", katanya sambil ketawa.

Kamis, 15 Oktober 2009

Air Bangis ........ Nagari Nan Den Cinto

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

/Aia Bangih dilingkuang taluak/taluak dilingkuang pulau sambilan/manangih adiak sadang taduduak/aia mato jatuh ka pinggan/

Satu hal ................ saya sangat mencintai Air Bangis. Daerah pantai nan indah ini merupakan daerah asal saya dan suami. Bahkan dua putri cantik kami juga lahir di sini, walaupun hanya numpang lahir. Sebagai daerah pantai, Air Bangis merupakan daerah yang indah. Tepat menghadap laut, berbentuk teluk dan didepan teluk tersebut terdapat 9 buah pulau. Di antara pulau-pulau tersebut ........... saya jamin, adalah lokasi terindah di pantai barat Sumatera Barat. Karena keteguhan masyarakat terhadap nilai-nilai agama, eksplorasi daerah ini menjadi daerah wisata oleh pemerintah "belum direstui" masyarakat. Masyarakat Air Bangis masih melihat bahwa eksplorasi wisata tersebut berkorelasi dengan kemaksiatan. Jadi praktis, keindahan pulau dan pantai di teluk Air Bangis belum banyak diketahui orang. Dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 jiwa dan merupakan pusat pemerintahan kecamatan Sungai Beremas, nagari Air Bangis dikenal sebagai daerah kaya ikan. Di Sumatera Barat, Air Bangis merupakan daerah produsen ikan terbesar (baik ikan basah maupun kering). Hampir semua masyarakatnya beragama Islam, dan nilai budaya-kultural Minangkabau sangat kental. Mau lihat foto-foto "mutiara terpendam" Air Bangis ?





















Sumber foto : Rifkadejavu/Mhd. Ilham/Imla Wifra Ilham/Farhan

Senin, 12 Oktober 2009

IFA : "Ayah, Memangnya Allah itu Pemarah ?"

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Sulungku IFA, sedang nakal-nakalnya. Nakal bukan berarti tidak etis. Kenakalan lebih kepada pemberontakan karena tidak sesuai dengan alam pemikirannya. Ketika ia masuk siang (IFA Kelas 1 SD di Komplek Perumahan kami dan jam masuknya selalu bervariasi : 1 minggu masuk pagi dan 1 minggu masuk siang), sebelum saya dan suami berangkat kerja, saya biasanya menyuruh IFA untuk mandi, sebagaimana yang dilakukannya kala ia masuk pagi (biasanya pukul 06.30 pagi). Saya tahu bahwa bila ia mandi pagi, berarti siang nanti ia juga akan mandi pula. Ketika pulang sekolah ..... ya mandi lagi. Namun pertimbangan saya menyuruhnya untuk mandi pagi ketika jadwal sekolahnya siang adalah agar IFA bisa segar pada pagi itu. Saya terkadang ngotot menyuruhnya. Tapi hampir selalu gagal. Alasannya ...... IFA masuk siang dan biasanya mandi itu dua kali, tidak pernah tiga kali ............. dasaaaaaaaaaaaaaaaaar !!!!!!!!!!!. Begitu juga ketika suami saya menyuruh IFA membeli sesuatu di kedai. Bila ia tidak ada kegiatan (biasanya dengan teman-temannya), IFA pasti tidak keberatan menuruti perintah suami saya ke kedai. Tapi bila IFA sedang bermain dengan teman-temannya, hampir dipastikan, IFA keberatan di suruh ayahnya. Ketika suami saya menanyakan pada IFA kenapa ia tak mau disuruh, IFA menjawab, "IFA lagi bermain, ayah kan tidak bermain ...... mengapa ayah tidak pergi sendiri ?" ........... polos, lugu dan terkesan argumentatif. Di sana letak "nakal"nya sulung saya ini.

Di rumah kami, dasar-dasar teologis-normatif sangat ditekankan oleh suami saya. Tapi tidak kaku. Sore hari IFA disuruh belajar Iqra' di TPA Musholla. Malam hari, menjelang tidur, biasanya saya (sebagaimana yang disuruh suami), selalu "mendendangkan" nyanyian Asmaul Husna pad IFA dan ADEK, sampai mereka tidur. Alhamdulillah, IFA sudah hapal Asmaul Husna, sementara ADEK hafal sekitar 20-30 dari 99 Asmaul Husna tersebut. Dasar-dasar teologis ini juga terbawa pada perintah-suruhan serta pencegahan terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh IFA. Apabila IFA bertengkar dengan Adiknya - ADEK, maka saya atau suami akan bilang, "Jangan Nak, Adek harus disayangi, Allah akan marah bila IFA bertengkar dengan ADEK". Bila IFA tidak mau menghabiskan makanannya, sering saya marahi dengan menyelipkan kata-kata, "Allah tidak menyukai orang yang tidak mau menghabiskan makanannya, nanti bisa masuk neraka". Awal-awalnya IFA "takut" dengan ancaman abstrak-teologis ini sehingga saya dan suami ketagihan memakai argumentasi tersebut. Ketika IFA tidak mau gosok gigi, tidak mau membuat PR, menangis, tidak mau meminjamkan sepedanya pada ADEK hingga tidak mau berdo'a menjelang tidur ............... konsep Allah marah tersebut menjadi senjata ampuh.

Siang itu, suami saya bersama dengan teman-temannya sedang membicarakan logistik-sembako bagi korban gempa di komplek kami. Saya ikut nimbrung. Sedang serius-seriusnya suami saya dengan teman-temannya membahas topik logistik sembako pasca gempa tersebut, IFA datang bersama Adiknya, ADEK. Rupanya ia mau minta izin melihat mobil Pelayanan Kesehatan Gratis yang waktu itu sedang berkunjung di komplek kami. Maklum anak-anak, IFA terus meminta izin dengan kesan "menganggu" diskusi ayahnya. Saya katakan, "nanti saja bersama Ibu, sekarang lagi banyak orang, bila sepi baru kita pergi ke sana". "IFA hanya mau melihat-lihat, bukan pergi berobat, boleh ya yah," katanya pada suami saya. Awalnya suami tak menghiraukan permintaan IFA. Ia terus sibuk "diskusi". Tapi karena permintaan IFA dirasakan suami saya telah sampai pada stadium "menganggu" kekhusyukan diskusi-nya, maka suami saya mulai mengeluarkan rumus ampuh kami berdua, "Nak, Ayah dengan om-om ini, sedang diskusi membicarakan korban gempa di komplek kita. IFA jangan ganggu dong. Allah marah pada orang yang selalu menganggu pembicaraan orang lain", kata suami saya pada IFA. IFA terdiam, kemudian dipegangnya tangan adiknya dan berlalu sambil menggerutu ...... "Allah lagi, Allah lagi ......... malas IFA-nya, Allah itu pemarah, sedikit-sedikit Allah, sedikit-sedikit Allah, pemarah betul Allah itu"................... suami saya melongo-termenung, sementara teman-teman diskusinya ketawa terbahak-bahak. Belakangan mereka mengetawakan suami saya yang dikalahkan oleh kepolonsan IFA dan kekaguman mereka terhadap IFA. Sekarang kami lagi berikhtiar untuk "meramahkan" Allah di mata IFA.