Senin, 12 Oktober 2009

IFA : "Ayah, Memangnya Allah itu Pemarah ?"

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Sulungku IFA, sedang nakal-nakalnya. Nakal bukan berarti tidak etis. Kenakalan lebih kepada pemberontakan karena tidak sesuai dengan alam pemikirannya. Ketika ia masuk siang (IFA Kelas 1 SD di Komplek Perumahan kami dan jam masuknya selalu bervariasi : 1 minggu masuk pagi dan 1 minggu masuk siang), sebelum saya dan suami berangkat kerja, saya biasanya menyuruh IFA untuk mandi, sebagaimana yang dilakukannya kala ia masuk pagi (biasanya pukul 06.30 pagi). Saya tahu bahwa bila ia mandi pagi, berarti siang nanti ia juga akan mandi pula. Ketika pulang sekolah ..... ya mandi lagi. Namun pertimbangan saya menyuruhnya untuk mandi pagi ketika jadwal sekolahnya siang adalah agar IFA bisa segar pada pagi itu. Saya terkadang ngotot menyuruhnya. Tapi hampir selalu gagal. Alasannya ...... IFA masuk siang dan biasanya mandi itu dua kali, tidak pernah tiga kali ............. dasaaaaaaaaaaaaaaaaar !!!!!!!!!!!. Begitu juga ketika suami saya menyuruh IFA membeli sesuatu di kedai. Bila ia tidak ada kegiatan (biasanya dengan teman-temannya), IFA pasti tidak keberatan menuruti perintah suami saya ke kedai. Tapi bila IFA sedang bermain dengan teman-temannya, hampir dipastikan, IFA keberatan di suruh ayahnya. Ketika suami saya menanyakan pada IFA kenapa ia tak mau disuruh, IFA menjawab, "IFA lagi bermain, ayah kan tidak bermain ...... mengapa ayah tidak pergi sendiri ?" ........... polos, lugu dan terkesan argumentatif. Di sana letak "nakal"nya sulung saya ini.

Di rumah kami, dasar-dasar teologis-normatif sangat ditekankan oleh suami saya. Tapi tidak kaku. Sore hari IFA disuruh belajar Iqra' di TPA Musholla. Malam hari, menjelang tidur, biasanya saya (sebagaimana yang disuruh suami), selalu "mendendangkan" nyanyian Asmaul Husna pad IFA dan ADEK, sampai mereka tidur. Alhamdulillah, IFA sudah hapal Asmaul Husna, sementara ADEK hafal sekitar 20-30 dari 99 Asmaul Husna tersebut. Dasar-dasar teologis ini juga terbawa pada perintah-suruhan serta pencegahan terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh IFA. Apabila IFA bertengkar dengan Adiknya - ADEK, maka saya atau suami akan bilang, "Jangan Nak, Adek harus disayangi, Allah akan marah bila IFA bertengkar dengan ADEK". Bila IFA tidak mau menghabiskan makanannya, sering saya marahi dengan menyelipkan kata-kata, "Allah tidak menyukai orang yang tidak mau menghabiskan makanannya, nanti bisa masuk neraka". Awal-awalnya IFA "takut" dengan ancaman abstrak-teologis ini sehingga saya dan suami ketagihan memakai argumentasi tersebut. Ketika IFA tidak mau gosok gigi, tidak mau membuat PR, menangis, tidak mau meminjamkan sepedanya pada ADEK hingga tidak mau berdo'a menjelang tidur ............... konsep Allah marah tersebut menjadi senjata ampuh.

Siang itu, suami saya bersama dengan teman-temannya sedang membicarakan logistik-sembako bagi korban gempa di komplek kami. Saya ikut nimbrung. Sedang serius-seriusnya suami saya dengan teman-temannya membahas topik logistik sembako pasca gempa tersebut, IFA datang bersama Adiknya, ADEK. Rupanya ia mau minta izin melihat mobil Pelayanan Kesehatan Gratis yang waktu itu sedang berkunjung di komplek kami. Maklum anak-anak, IFA terus meminta izin dengan kesan "menganggu" diskusi ayahnya. Saya katakan, "nanti saja bersama Ibu, sekarang lagi banyak orang, bila sepi baru kita pergi ke sana". "IFA hanya mau melihat-lihat, bukan pergi berobat, boleh ya yah," katanya pada suami saya. Awalnya suami tak menghiraukan permintaan IFA. Ia terus sibuk "diskusi". Tapi karena permintaan IFA dirasakan suami saya telah sampai pada stadium "menganggu" kekhusyukan diskusi-nya, maka suami saya mulai mengeluarkan rumus ampuh kami berdua, "Nak, Ayah dengan om-om ini, sedang diskusi membicarakan korban gempa di komplek kita. IFA jangan ganggu dong. Allah marah pada orang yang selalu menganggu pembicaraan orang lain", kata suami saya pada IFA. IFA terdiam, kemudian dipegangnya tangan adiknya dan berlalu sambil menggerutu ...... "Allah lagi, Allah lagi ......... malas IFA-nya, Allah itu pemarah, sedikit-sedikit Allah, sedikit-sedikit Allah, pemarah betul Allah itu"................... suami saya melongo-termenung, sementara teman-teman diskusinya ketawa terbahak-bahak. Belakangan mereka mengetawakan suami saya yang dikalahkan oleh kepolonsan IFA dan kekaguman mereka terhadap IFA. Sekarang kami lagi berikhtiar untuk "meramahkan" Allah di mata IFA.

Tidak ada komentar: