Jumat, 17 Juli 2009

Jakarta "Meledak" Lagi

"Jakarta meledak lagi", demikian penggalan nyanyian Kaka "Slank" yang menjadi musik pengiring Breaking News Metro TV. J.W. Marriot dan Ritz Carlton pun menjadi pusat perhatian dunia. Jum'at, pukul 06.46 dan 06.48 menjadi waktu "keramat" yang membuat Indonesia kembali kehilangan kepercayaan dunia. Terorisme Thopian (pengikut Noordin M. Thop), menjadi kesimpulan awal dan terkuat dalam menyimpulkan subjek pelaku dibalik peristiwa ini. Walaupun pernyataan Presiden SBY dan kemudian diperkuat oleh "ompung" Syamsir Siregar (Kepala Badan Intelijen Negara) yang tidak menunjuk kelompok tertentu (baik agama ataupun partai politik), namun nuansa "Islam garis keras" sebagai subjek pelaku sudah menjadi opini yang terbentuk, mulai dari pendapat para pengamat yang "samar-samar" maupun diskusi "kelas" kedai kopi di pelosok negeri. Genderang perang dengan mantra "persumpahan SBY" hari Jum'at lalu, nampaknya memberikan kepada kita sebuah kenyataan bahwa peristiwa tersebut sungguh sangat menyakitkan bagi kita. Proses membangun kepercayaan internasional akhirnya terkesan hampa-tak bermakna.




Kamis, 09 Juli 2009

Sulungku "IFA" Masuk Sekolah Dasar

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Alhamdulilllah, sulungku Ifa tamat dari TK Bundo Kanduang dalam usia 6 tahun kurang 1 bulan. Baru kemaren, rasanya saya berjuang melahirkannya, baru kemaren rasanya saya melihat celoteh kecilnya - menyusun kata-kata untuk sekedar menampaikan sesuatu kepada saya, baru kemaren rasanya ifa menangis karena takut masuk TK. Hari ini, gadis kecil mungilku nan cantik, Ifa Ilham, telah menyelesaikan salah satu tanggung jawabnya -- menamatkan pendidikannya di TK, dan ia memberikan kepada kami satu hadiah ......... "ijazah TK Bundo Kanduang". Saya simpan dengan baik sebagaimana saya menyimpan seluruh "karya akademiknya" seperti coretan-coretan kertas gambar sejak ia kali pertama mengenal warna dan huruf. Saya simpan dalam blog pribadinya (dan juga blog pribadi adiknya). Ini akan menjadi "record-history" kehidupannya kelak.

Ifa begitu bahagia ketika saya mendaftarkannya ke sekolah disamping komplek : SEKOLAH DASAR Negeri 51 Kuranji Padang. Sekolah negeri yang didalamnya berkumpul teman-teman sepermainan Ifa "alumni TK Bundo Kanduang". Banyak teman-teman saya, terutama di komplek yang bertanya-tanya, "mengapa Ifa tidak dimasukkan ke Sekolah Dasar di tempat saya ?" (maksudnya SD Citra Al Madina yang favorit tersebut). Mengapa harus di SD Negeri yang gratis ? Bahkan sambil bergurau, salah seorang teman mengatakan bahwa Ifa mengambil hak orang lain yang seharusnya mendapatkan Sekolah Gratis. Ifa menurut mereka bisa masuk SD Citra Al Madina. Kebetulan SD Negeri 51 Kuranji hanya menerima 2 lokal sehingga banyak diantara anak-anak teman-teman saya di sekitar komplek yang tidak bisa masuk. Memang, secara pribadi saya berkeinginan memasukkan anak saya ke SD berkualitas seperti SD Citra Al Madina. Apalagi, SD tempat Ifa sekolah sekarang ini, jumlah satu lokal sekitar 40 orang. Saya tidak bisa membayangkan out-put yang dihasilkan dari kondisi ini. Harusnya, Ifa dimasukkan ke SD Citra Al Madina atau SD lain yang tidak "seekstrim" SD Negeri 51 Kuranji (40 orang satu lokal sederhana). Walaupun uang masuk dan uang sekolah SD Citra Al Madina sangat besar bagi kami, namun kami yakin Allah SWT. akan memberikan jalan. Tetapi suami saya punya perspektif lain. Semua ini bukan karena faktor dana (karena Sekolah Gratis). Suami saya beranggapan bahwa Ifa butuh lingkungan awal yang bisa memberikan padanya model sosial yang variatif. Dari SD seperti SD Negeri 51 Kuranji ini, Ifa akan menemukan model-model sosial, relasi-relasi sosial serta proses interaksi sosial yang lebih dinamis (karena mayoritas terdiri dari anak-anak yang orang tua mereka dari kalangan menengah ke bawah). Ini akan berpotensi memberikan kecerdasan sosial dan kepedulian sosialnya serta kemandirian personal. Suami saya mengakui, mungkin dari aspek kualitas sangat jauh dari SD Citra Al Madina (maklum ..................... sekolah negeri, gratis lagi). Namun, suami saya yang merupakan produk SD kelas kampung ini justru mengatakan : "pengasahan dan mempotensialkan potensi intelektual anak, 40 % yang bisa diharapkan dari Sekolah, yang 60 % lagi, tugas kita sebagai orang tua mengasahnya di rumah). Karena itulah, saya sekarang mulai mempersiapkan kelas tersendiri untuk anak saya Ifa di rumah. Saya bertekad, saya akan menyisihkan 2 jam setiap malam, untuk menjadi "mitra-diskusi"nya. Saya dan suami juga akan "menghormati" dunia anak-anaknya bersama-sama dengan teman-teman bermainnya. Biarlah ia "jatuh-bangun dan bertengkar" dengan teman sebayanya ketika bermain karena dari itu nanti ia akan mendapatkan proses pembelajaran. Kemudian, setiap sore siap ashar, saya akan usahakan cepat untuk pulang ke rumah, hanya sekedar untuk memakaikan jilbab padanya ..... karena Ifa mau pergi ke Musholla - belajar ngaji (saya berfantasi, sulungku ini memiliki suara indah dalam Tilawatil Qur'an). Suami saya bahkan mendaftarkan Ifa Les Bahasa Inggris untuk anak-anak di salah satu lembaga Bahasa Inggris berkualitas di Kota Padang (kelas sabtu/minggu). Ia begitu berfantasi agar Ifa bisa menikmati bahasa lain selain bahasa ibu-nya. Selamat memasuki dunia Sekolah Dasar anakku. Ayah dan Ibu siap menjadi "mitra-diskusi" mu. Ayah dan Ibu siap menjadi temanmu. Ayah dan Ibu siap mendengarkan keluhan dan kegiranganmu.