Ditulis ulang : Imla Wifra Ilham
Sumber (c) planetmotivasi @ Marry Scheleery
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Ditahun kedua setelah Eric dilahirkan sayapun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah… Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Ditahun kedua setelah Eric dilahirkan sayapun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah… Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.
Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Eric yang tertidur lelap.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang. Setahun…, 2 tahun…, 5 tahun…, 10 tahun… telah berlalu sejak
kejadian itu. Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Ia
adalah seorang pastor di gereja St. Maria. Usia pernikahan kami telah menginjak
tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois,
dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan
penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah
perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang
mengingatnya. Sampai suatu malam… Malam dimana saya bermimpi tentang seorang
anak… Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali… Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali
pada mommy!”
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya, “Tunggu…,
sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?”
“Nama saya Elic, Tante.”
“Eric…? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric???”
Saya langsung tersentak dan bangun.
Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat
itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti
sebuah film yang diputar di kepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya
perbuatan saya dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus
mati…, mati…, mati… Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan
ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran
saya. Ya Eric, mommy akan menjemputmu Eric…
Sore itu saya memarkir mobil Civic biru saya disamping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah
saya lakukan dulu,” tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak… Ternyata
Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan
penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh
Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua
meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric… Eric… Saya meninggalkan Eric di sana
10 tahun yang lalu.
Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang
terbuat dari bambu itu… Gelap sekali… Tidak terlihat sesuatu apapun juga!
Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain
butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan
seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai
bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya.
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, sayapun keluar dari
ruangan itu… Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam
saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan
tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya
sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah
orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua.
Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang
parau, “Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri,
sayapun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang
dulu tinggal di sini?” Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan
terkutuk!!
Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini,
Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,
saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun
saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak
akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar
menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Sayapun membaca tulisan di kertas itu… “Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali
lagi…? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy
harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”
Saya
menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan… Katakan di mana ia
sekarang? Saya berjanji akan menyayanginya sekarang! Saya tidak akan
meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan…!!!” Brad memeluk tubuh saya yang
bergetar keras. “Nyonya, semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari
sebelum Nyonya datang, Eric telah meninggal
dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini.
Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di
belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila
Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana…
Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini… Meskipun
hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya
di sana. Nyonya, dosa anda tidak terampuni!”
Saya kemudian pingsan dan tidak
ingat apa-apa lagi.
:: Sebuah kisah inspiratif dari Irlandia