Selasa, 01 Februari 2011

Filsafat Anak Tangga

Ditulis ulang : Imla W. Ilham, S.Ag

Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga.” Demikian kata pepatah, yang pasti sudah akrab di teling kita. Susu diibaratkan sebagai kebaikan, sementara nila diibaratkan keburukan ataupun kerusakan. Perbuatan baik yang sudah berjalan sekian lama, dapat rusak dan dilupakan orang, akibat perbuatan buruk, kendati dilakukan hanya sekali. Makna pepatah ini dapat pula dianalogikan dengan orang yang berjalan menaiki anak tangga yang tidak diketahui puncaknya. Setelah berusaha dengan keras, pada ketinggian tertentu kita memutuskan untuk putus asa. Padalah kita tidak tahu bahwa selangkah lagi kita sudah tiba di puncak anak tangga tersebut. Sangat disayangkan, usaha yang sudah dilakukan, sia-sia akibat keputusan asaan kita, akibat ketidaksabaran kita untuk menderita selangkah lagi.

Sebagai analogi dari pepatah di atas, saya akan mengisahkan sebuah cerita tentang seorang ahli bangunan yang telah bekerja berpuluh tahun dengan seorang Tuan Kaya. Tuan kaya ini adalah pembrong terkenal dinegri mereka. Mereka sangat banyak mendapatkan pesanan terutama dari kalangan elit di negri itu. Begitu menyelesaikan setiap bangunan, si pemesan selalu mengacungkan jempol atas kualitas dan estetika bangunan yang mereka buat. Pada suatu saat, si ahli bangunan sudah merasa jenuh, ingin menikmati hari tuanya, dan ingin berhenti bekerja. Maka ia pun menghadap boss-nya, “Tuan, sudah sekian lama saya bekerja untuk tuan, sudah ratusan pula bangunan rumah yang telah saya buat untuk pelanggan kita. Sudah saatnya saya berhenti.” Mendengar penuturan ahli bangunan andalanya itu, sang Tuan pun agak keberatan, karena sebenarnya masih banyak pesanan yang harus mereka selesaikan.

Tapi apa boleh buat, sang ahli bangunan tetap “ngotot” untuk tetap berhenti bekerja. Sehingga dengan setengah memaksa, Tuan kaya mengajukan sebuah permohonan padanya, “ Baiklah kalau kamu tetap ingin berhenti, tapi saya ingin kamu memenuhi permintaah saya yang terakhir kalinya.” Mendengar permintaan terakhir Tuannya itu, sang ahli bangunan pun tak kuasa menolaknya, walaupun sebenarnya setengah hati. “Biklah Tuan, saya akan penuhi permintaan terakhir anda.” Sambil memegang dagu dan mengernyitkan dahi, sang tuan bangkit dari kursinya seraya berkata, “Tolong buatkan sebuah bangunan lagi ,” seraya menunjukkan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. “Buatlah bangunan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk terakhir kalinya, setelah itu kamu boleh berhenti bekerja dengan saya,” ujar Tuan kaya dengan nada tegas sekaligus bercampur sedih. Ia sedih karena sebenarnya si ahli bangunan masih dapat bekerja sama denganya untuk mengerjakan order yang demikian banyaknya. Sang ahli bangunan,belum terlalu tua untuk menjalani masa pensiun. Ia masih pantas untuk berkarya dengan bangunan-bangunan yang membuat orang mengacungkan jempolnya, setiap kali serah terima diadakan dengan pemesan.

Sang ahli pun memulai mengerjakan bangunan pesanan tuanya yang terakhir kalinya. Tidak seperti perintah tuan tersebut, bangunan yang ia buat hanya berukuran kecil, dan kualitasnya pun tidak sebaik bangunan yang biasanya ia kerjakan. Jangka waktu pembangunanya saja hanya setengah dari waktu yang biasanya dilakukan. Semua komponen bangunan dibuat dengan apa adanya, dan terkesan tidak rapih. Selama mengerjakan bangunan ini, yang ada di benak sang ahli bangunan hanyalah secepat mungkin menyelesaikan bangunan itu. Setelah itu ia kan bisa berhenti bekerja, dan menikmati masa tuanya. Singkat cerita bangunan pun selesai, dan diserahkan pada Tuanya. Pada saat serah terima bangunan dilakukan, sang Tuan bukanya menyimpan kunci yang diberikan padanya, namun menyerahkanya kembali kepada ahli bangunan tersebut. “Ambillah kunci ini, karena bangunan ini saya berikan padamu sebagai penghargaan untuk pengbdian kamu pada saya selama puluhan tahu.” Mendapati kenyataan ini, sang ahli bangunan pun menyesal karena jika ia tahu bangunan itu akan diserahkan padanya, maka ia akan membuatnya dengan ukuran yang sangat besar, dan dengan design paling baik dan kualitas bangunan yang paling baik. Pembaca sekalian, dalam menyudahi sebuah pekerjaan ataupun sebuah perjalanan hidup, hendaknya kita mawas diri, jangan-jangan kita telah mendekati garis FINISH, namun kita sudah putuskan untuk berhenti. Bersabarlah sedikit lagi.

Sumber : kompasiana.com

Tidak ada komentar: