Kamis, 12 Maret 2009

Kesetiaan Pada Pasangan

Oleh : Muhammad Ilham (Ayah Ifa-Adek)

Untuk : "My Soulmate" Imla W. Ilham (Biarlah Engkau yang Tercantik di Hatiku)

M. Fauzil Adzim (1999: 451) mengawali uraian bab 15 dalam bukunya Kado Pernikahan Untuk Istriku. Setelah menikah menurut nya, sepasang suami istri memiliki amanah untuk saling menjaga. Suami menjaga pandangannya sehingga ia tidak memandang dengan perasaan ”besar” kecuali terhadap istrinya. Ia tidak mengangankan orang lain kecuali istrinya sendiri. Tidak ada yang cantik dalam arti sesungguhnya, kecuali istrinya sendiri. Karenanya, para istri hendaknya berusaha membuat pandangan mata suami hanya tertuju pada mereka. Tidak ada peluang yang diberikan bagi para suami untuk memandang yang lain disebabkan mereka tertawan ”pesona” istri mereka di rumah. Jika wajah istri membawa kesejukan, insha Allah mereka tidak tergerak untuk memalingkan pandangan.

Kesejukan wajah lanjut Fauzil Adzim, tidak berhubungan dengan kecantikan. Bagi seseorang yang belum menikah, kecantikan wajah bisa jadi menjadi faktor penting dan mungkin paling menentukan, sehingga ditemukan orang yang menikah atas dasar kecantikan fisik ini. Tetapi bagi seseorang yang sudah menikah, atau menghayati dengan benar sebuah pernikahan, kecantikan wajah menjadi tidak demikian penting. Kecantikan wajah diletakkan dalam nomor sekian. Kesejukan wajah istri ketika dipandang akan jauh lebih penting dibandingkang kecantikannya. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah Saw. dalam hadith riwayat Abu Dawud menegaskan bahwa sebaik-baik wanita adalah istri yang shalihah. Jika dipandang menyejukkan mata suaminya, jika diperintah akan taat, dan apabila ditinggalkan ia akan menjaga diri dan hartanya. Istri yang menyejukkan mata suami tentunya tidak hanya berlaku bagi yang memiliki paras ayu dan kecantikan luar biasa. Bisa jadi seorang istri yang dinilai kebanyakan orang ”biasa” saja, justru menyimpan keteduhan jiwa yang luar biasa sehingga dapat menghapus kepenatan psikis dan fisik suami saat pulang dari aktivitas kerja. Sebaliknya, boleh jadi kecantikan wajah yang diangan-angankan seseorang sebelum menikah, akan tampak membosankan dan melelahkan mata karena tidak memancarkan kesejukan sedikitpun.

Hadith Nabi diatas mengisyaratkan bahwa seorang istri hendaknya dapat melakukan berbagai cara untuk tampil menarik di depan suami. Kecantikan rohani atau batin dalam berbagai bentuknya seperti sopan santun, keikhlasan dalam melayani keluarga, ketekunan dalam beribadah, dan kesabaran tentu merupakan prioritas utama. Tetapi kecantikan lahiriyah berupa wajah yang bersih, ”body” yang tetap ramping, serta cara berpakaian yang apik juga tidak boleh diabaikan. Ini berarti bahwa istri tida selayaknya tampil nglombrot di depan suami. Dengan memadukan keduanya diharapkan suami tetap ”tertawan” dan tidak berpaling ke lain hati.

Meski hadith Nabi di atas hanya menyebut ”kewajiban” istri untuk tampil menarik bagi pasangannya, tetapi hadith diatas juga berkonotasi sebaliknya. Suami yang shalih hendaknya juga menarik bagi suami. Hal ini berarti, bahwa suami diharapkan dapat ”ganteng” secara batiniyah maupun lahiriyah. Suami tidak hanya menuntut istri untuk menarik hatinya, tetapi ia juga dituntut tampil menarik untuk si istri. Perasaan untuk tetap saling menarik bahkan sesudah lama berumah tangga merupakan salah satu modal penting untuk mewujudkan kesetiaan dalam berkeluarga yang pada gilirannya dapat menghadirkan keharmonisan rumah tangga.

Kesetiaan memang bersumber dari perasaan di hati tetapi akarnya juga melekat pada tampilan fisik. Karenanya mempercantik tampilan fisik tetap diperlukan untuk merawat kesetiaan disamping tentunya mempercantik ”hati” dan tubuh bagian dalam. Sebutan innerbeauty yang populer belakangan ini tidak menafikan keberadaan outerbeauaty tetapi mendorong seseorang untuk tidak hanya mengandalkan tampilan fisik. Paduan kedua kecantikan pada suami istri diharapkan dapat menepis hadirnya ”cinta lain” yang dapat menggerogoti keutuhan rumah tangga.

Kesetiaan ibarat sebuah tanaman yang perlu dipelihara. Ia membutuhkan siraman air, suplai pupuk, dan penyiangan. Dengan pemeliharaan yang baik ”tanaman” kesetiaan akan tumbuh besar dan berbuah cinta kepada pasangan dan anak-anak. Sebaliknya, perasaan cinta kepada bukan “pasangan sah” tidak akan tumbuh subur dan merajalela, apabila kita bisa memupuk dan merawat cinta kepada “pasangan sah” kita. Dan itu tentu saja harus dilakukan oleh kedua belah pihak, bukan hanya salah satu pihak. Kesetiaan, kepercayaan, kejujuran, dan keterbukaan benar-benar harus menjadi “pilar” yang kokoh dalam berumah tangga, dan dilakukan oleh pasangan suami istri atas dasar keikhlasan, bukan karena “keharusan” dan “keterpaksaan” semata-mata. Generasi dan keturunan yang bermutu hanya dapat dilahirkan dari rahim keluarga-keluarga kokoh. (Postingan dari seorang Sahabat)

Tidak ada komentar: