Minggu, 09 Agustus 2009

Adek : Antara Mbah Surip dan Bom

Oleh : Imla W. Ilham, S.Ag

Dua minggu terakhir ini, kosakata yang paling laris di rumah kami, dan saya asumsikan juga laris dalam masyarakat, adalah "Mbah Surip" dan "Bom". Saking larisnya dua kosakata ini, membuat anak saya yang paling kecil-bontot, Adek, sering menggunakan kata-kata ini. Dalam cekramanya dengan sang kakak, Ifa, atau ketika bermain dengan teman-temannya di komplek perumahan kami, sering Adek secara lamat-lamat terdengar oleh saya berkata : "aaaaaaaaa, aaaaaaa, aaaaaaaaaaa, " pada teman-temannya. Awalnya saya dan suami agak merasa heran, mengapa Adek mengeluarkan kata-kata seperti itu pada teman-temannya. Tapi akhirnya saya sadar kembali, itu merupakan "brand"-nya Mbah Surip. Di rumah, Adek tidak begitu berani, apalagi sama ayahnya. Di rumah, Adek justru bercengkerama dengan ayahnya dengan "brand" Mbah Surip yang lain : "huaaaa .... haaa .... haaaa" dan ayahnya pun ketawa mendengar apa yang diekspresikan Adek. Luar biasa pengaruh media dan Mbah Surip. Kalau dulu, Adek menyukai Sule dan Olga, sekarang sudah berganti dengan Mah Surip, tapi lebih kepada penggalan-penggalan nyanyi "Tak Gendong" seperti "aaaaaaaaaa" dan "haaaaaaaa" tersebut.

Pagi tadi (Sabtu/8 Agustus 2009), ketika saya membersihkan pekarangan dan kebun samping rumah, Adek bersama Ifa bermain-main dengan sepeda bersama teman-temannya. Kebetulan, suami saya membelikan sepeda buat Ifa dan Adek (suami saya membelikan sepeda bukan karena permintaan "ngotot" dari Ifa untuk dibelikan sepeda, tapi memang keinginan suami saya untuk membelinya. Ia beranggapan, sepeda adalah refleksi skill, dan seorang anak harus mampu bersepada, sebagaimana halnya nanti ia akan membelikan gitar dan mengajarkan berenang). Ketika Adek, Ifa dan teman-temannya sedang asyik-asyiknya bersepada, dan ketika saya sedang asyik-asyiknya membersihkan kebun di pekarangan rumah ............ Adek menangis. Rupanya, ia tidak diberikan kesempatan oleh kakaknya mengendarai sepeda. Saya diam saja sambil melihat, bagaimana reaksi Adek pada Ifa. Adek terus menangis meminta agar dia diberi kesempatan untuk belajar mengendarai sepeda, tapi kakanya tetap tidak mau memberikan kesempatan itu. "Awas, nanti Adek beritahu sama Ayah", kata Adek. Ifa tetap diam dan terus mengendarai sepeda. "Nanti Adek minta uang sama Ayah, Adek tak kasih teta", kata Adek (dia memanggil kakanya dengan panggilan "Teta Ifa". Ifa tetap diam. Karena tak ada respon, Adek mengeluarkan potensi suara untuk menangis : "aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa", lantas teman-temannya bilang, "Adek mirip Mbah Surip", sambil tertawa. Karena kesal diejek, akhirnya Adek pergi ke arah saya sambil tetap menangis. Saya yakin, ia akan mengadu pada saya. Tapi tidak, ia hanya berdiri disamping saya, sambil mengusap air mata, ia kemudian menjerit pada kakak dan teman-temannya yang lagi mentertawakan Adek sambil mengeluarkan kata-kata, "Awas, nanti Adek Bom". Dan saya ........ terpana !!!!!

Tidak ada komentar: