Senin, 01 Oktober 2012

Maafkan Orang Tuamu, Anakku. Kami Tak Begitu Mengenalmu ! (Catatan Ira Oemar : Sebuah Empati Buat Orang Tua))

Ditulis Ulang : Imla W. Ilham

Dari jaman ke jaman, selalu saja ada anak nakal, siswa bandel, biang keladi semua keributan. Itu wajar, namanya juga anak dan remaja. Ada yang sifatnya cenderung melawan, suka membantah, tak mau menurut. Makin menginjak remaja, sikap perlawanan itu makin menjadi. Sekali lagi, tugas guru-lah mengatasinya. Tiap guru punya cara sendiri menghadapi siswa yang sulit diatur. Ada yang sabar dan memilih cara halus untuk menghadapinya, ada yang memilih tak mempedulikan siswa yang bandel – paling-paling diberi nilai jelek untuk mata pelajaran yang diajarkannya, ada pula yang memilih menanganinya dengan cara kasar. Tapi sekali lagi, jarang sekali orang tua siswa tahun ’70 –‘80an yang menggugat guru. Tampaknya orang tua jaman dulu sadar konsekwensi logis dari mereka menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada guru. Remaja jaman dulu tidak mendapatkan toleransi dan perlindungan – bahkan dari orang tuanya sendiri – ketika mereka melakukan kekerasan. Terkadang, bahkan ortu sendiri lah yang mengantara anaknya ke wali kelas, jika kedapatan berkelahi sepulang sekolah. Ortu meminta guru menghukum anak mereka. Lalu bagaimana dengan jaman sekarang? Guru tampaknya berada pada posisi sulit. Mereka tak bisa lagi mudah menjatuhkan hukuman pada siswanya. Salah-salah, siswa yang kena “setrap” mengadu pada ortunya, malah guru yang ganti diadukan ke polisi. Orang tua tahunya anak mereka baik-baik, tak ada hak guru untuk menghukumnya. Sementara, ketika terjadi tawuran antar pelajar sepulang sekolah, pertanyaan di berbagai media dialamatkan pada guru : dimana peran guru?

Di satu sisi orang tua seolah menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka pada guru-guru di sekolah, namun di sisi lain, ketika ada masalah, anaknya berulah, orang tua tak mau guru mengambil tindakan. Orang tua turun tangan ketika sudah ada masalah, itupun bukan untuk meng-endorse pengegakan disiplin dan hukum sesuai aturan, tetapi justru untuk mengintervensi disiplin dan hukum, mengupayakan privilege bagi anak mereka. Akibatnya, sama sekali tak ada pembelajaran pada diri siswa. Anak tak belajar dari kesalahan yang dibuatnya. Anak gemar tawuran, anak suka keroyokan dan berperilaku anarkhis, tentu banyak faktor penyebabnya. Anak tak terbebani rasa salah alias cuek, tidak menyesal saat melakukan perbuatan salah bahkan menjurus ke kriminal, juga banyak aspek pemicunya. Sungguh tidak adil, jika tanggung jawab hanya dibebankan pada guru dan sekolah sebagai institusi. Kalau benar orang tua menyerahkan pendidikan anaknya pada guru dan sekolah, maka mereka juga harus rela jika guru menegakkan aturan pada semua siswa tanpa pandang bulu. Orang tua harus ikhlas anaknya menerima akibat hukum dari perbuatannya, termasuk jika tidak disiplin dan tidak berlaku sopan pada guru. Jangan ajari anak menginjak-injak hukum. Sebab kekacauan itu timbul karena lemahnya penegakan hukum.


Diedit dari : (c) Ira Oemar http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/30/

Foto : Imla Wifra Ilham (Kepala PAUD Citra Al Madina Padang & Majelis Guru) ___________ sumber foto : http://paud-citramadina.blogspot.com/

Tidak ada komentar: