Selasa, 02 Februari 2010

Budaya HANG OUT Pada Anak-Anak

Ditulis ulang : Imla W. Ilham, S.Ag

Pada kalangan dewasa, hang out menjadi media untuk bersosialisasi atau meeting dengan rekan kerja. Menjamurnya tempat-tempat yang nyaman untuk berkumpul bersama rekan dan kolega, seperti restoran, mal dan kafe mendorong kebiasaan ini menjadi sebuah kebutuhan. Kini, budaya ini telah memasuki komunitas kecil karena pengaruh kehidupan sosial yang terbiasa berkumpul di tempat-tempat tertentu layaknya orang dewasa. Menurut konselor pendidikan dari Universitas Paramadina, Fatchiah Kertamuda MSc, hang out diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan bersama teman sebaya maupun keluarga untuk rileksasi ataupun bersenang-senang. Pada dasarnya anak belum mengerti benar arti dari hang out. Di dalam benak anak, hang out diartikan sebatas pergi dan bersenang-senang bersama. Kegiatan belajar bersama atau bermain di rumah teman pun dikategorikan sebagai kegiatan hang out. Kebutuhan kegiatan hang out pada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Anak belum memiliki konsep kebutuhan layaknya orang dewasa. Mereka hanya mengikuti kebiasaan orang dewasa seperti mengobrol atau bersenda gurau di kafe, mal dan restoran. Namun, sebenarnya pada anak usia tertentu memang membutuhkan kegiatan untuk bersosialisasi. Hang out bisa jadi media untuk memenuhi tugas perkembangan anak. ”Mulai usia 7-8 tahun, anak belajar bergaul dengan teman sebaya, lebih mandiri, membentuk sikap terhadap kelompoknya, serta mengembangkan nurani, moralitas, dan sikap,” kata Fatchiah.

Psikolog perkembangan anak dari UI, Luth Savitri Msi,juga mengungkapkan kebersamaan dengan teman-teman menjadi hal penting bagi anak terutama di usia 9-10 tahun. Pada masa ini, anak ingin mencari tahu lingkungan di luar keluarga dan rumahnya, salah satu caranya hang out bersama teman. ’’Jadi jangan kaget jika terkadang anak terkesan suka membangkang atau memberontak karena pengaruh teman lebih besar dibandingkan orangtua,’’ ujarnya. Savitri menambahkan, Anak bisa mulai hang out tergantung dari lingkungan sosialnya, sejak kapan orangtua mengizinkan anak bersosialisasi bersama teman-temannya. Akan berbeda antara anak yang dibesarkan di lingkungan yang memiliki izin keluar rumah bersama teman-teman sejak SD, SMP, SMA, atau bahkan kuliah. Jika pada usia SD anak sudah diizinkan, maka budaya ini tentu lekat dan tidak asing dalam dirinya kelak, sehingga seringkali dijadikan kebutuhan oleh anak.

Melalui hang out, lanjut Savitri, anak juga dapat memastikan identitas dirinya, yaitu apakah tergolong populer atau tidak. Untuk masuk ke kelompok tertentu tak jarang anak akan memenuhi persyaratannya yang sering disebut dengan conformity. Alasan anak menyukai hang out, karena adanya perasaan kebersamaan bersama teman-teman. Mereka bisa sharing apapun tanpa takut dihakimi. ”Anak pun beranggapan dirinya sudah mampu menentukan pilihan, sehingga terkadang aturan dirasakan mengganggu. Sedangkan teman tidak memberikan aturan,” paparnya. Ditambah lagi, anak bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri dan orang lain serta merasa bebas melakukan kegiatan apapun. Umumnya kegiatan hang out yang biasa anak lakukan antara lain, makan dan minum di restoran cepat saji sambil mengobrol atau tukar menukar barang koleksi, menonton di bioskop, belanja, dan main games. ”Hang out dirasa anak sebagai salah satu kebutuhan tahapan perkembangan, yaitu kebutuhan sosialisasi dan autonominya,” kata Savitri.

Kegiatan berkelompok ini juga sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak antara lain keinginan anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak akan belajar berpikir secara mandiri, mampu mengambil keputusan, serta menerima pandangan dan nilai-nilai selain dari lingkungan keluarga. Untuk diterima dalam lingkungannya, anak akan mempelajari pola perilaku yang diterima kelompoknya.”Melalui kegiatan ini maka akan terjadi transfer nilai baik hal-hal positif hingga yang bersifat negatif, ” kata Fatchiah. Tak jarang pula hal ini dapat mempengaruhi konsep diri anak. Apabila hang out tidak memberikan makna pada anak maka akan menyebabkan anak tidak nyaman dengan kelompoknya, misalnya minat atau kebiasaan dalam kelompoknya tidak sesuai dengan minatnya. Anak pun merasa ditolak dan tidak merasa diterima dalam kelompoknya. Alhasil, anak kesulitan menyesuaikan diri. ”Seringkali anak takut tidak diakui oleh teman-temannya sehingga akan berusaha mengikuti peraturan dalam kelompoknya meskipun buruk,” tambah Fatchiah. Fatchiah juga menyayangkan pilihan tempat hang out anak yang belum sesuai dengan tahapan perkembangannya seperti kafe, atau restoran. Penyebabnya, tempat-tempat tersebut umumnya lebih besar dimasuki komunitas orang dewasa dibanding anak-anak. Sehingga anak-anak pun semakin dekat dengan kebiasaan orang dewasa seperti merokok dan sebagainya. Sebab itu, orangtua harus mengamati pilihan tempat hang out anak. Sebaiknya pilih tempat yang memang memiliki unsur edukasi dan sesuai untuk anak-anak, misalnya sanggar kesenian, kebun binatang, arena bermain, dan sebagainya.

(berdasarkan "artikel" yang dikirim oleh salah seorang teman suami ke E-Mailnya/(c) : Mita Zoe)

Tidak ada komentar: