Kamis, 21 April 2011

Aku dan Kompor Gas Quantum

Oleh : Imla Wifra Ilham


Bermula kisah dari Andre “Stinky” Taulani. Iklan Kompor Gas merk Quantum yang ditayangkan di beberapa TV swasta, menarik perhatian dua kecil putri mungil saya, Iffa Ilham dan Malika Ilham. Andre Taulany yang merupakan salah seorang personil “Opera van Java” – yang juga menjadi tontonan favorit keluarga saya – menjadi bintang iklannya. Kebetulan, beberapa bulan lalu, saya dan suami berencana ingin “bermetamorfosis” dalam urusan kompor. Selama ini, kami lebih merasa nyaman menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah. Mengingat borosnya pemakaian minyak tanah, ditambah lagi asap kompor minyak tanah ini membuat loteng dan dinding dapur menghitam, akhirnya saya dan suami berencana menggunakan kompor gas. Ketika kami berdua sepakat, suami saya bertanya, “apa merk kompor gas yang elegan, hemat dan tidak berbahaya” (hehehehe …. permintaannya three in one). Langsung dengan spontan, dua putri mungil kami menyela, “kompor Quantum saja ibu”. Suami saya bertanya, “kenapa harus Quantum ?”. Si bungsu menjawab, “tidak panas dan hemat gas” (belakangan kami-pun tahu, “tidak panas dan hemat gas” merupakan bagian dari kata-kata yang diucapkan Andre Taulany dalam iklan kompor gas Quantum tersebut). Klop-lah. Saya dan suami bersepakat untuk membeli kompor gas ber-merk Quantum. “Tidak panas dan hemat gas” setidaknya mengakomodir permintaan three in one suami saya, walaupun hanya two in one, sekaligus mengabulkan rekomendasi dua putri mungil kami.

Melalui seorang kenalan yang orang tuanya mempunyai toko alat-alat elektronik, yang tentunya juga menjual kompor gas berbagai merk, saya kemudian memesan kompor gas Quantum ini. Setelah di cek merk kompor gas merk Quantum tidak ada di toko elektronik orang tua kenalan saya ini. “Quantum ini merk yang berkualitas sehingga harganya agak mahal sehingga tidak banyak dijual di pasaran, tapi saya bisa mengusahakannya”, kata orang tua kenalan saya ini. Ia kemudian mencari ke distributor resmi di kota Padang. Akhirnya kompor gas merk Quantum ini dapat dan kemudian diantar kerumah kami oleh kenalan saya tersebut. Sesampai di rumah, kompor gas ini kemudian dipasang dan selanjutnya dinyalakan. Namun kompor gas ini tidak menyala. Petunjuk-pun sudah dibaca. Kenalan saya ini sudah biasa menggunakan kompor gas “merk lain”, jadi dia sudah terbiasa menggunakan “prosedur tetap” agar kompor gas bisa menyala. Tetangga-pun sudah saya hubungi dengan harapan mereka bisa membantu. Maklum, banyak diantara mereka yang sudah lama menggunakan kompor gas. Tapi tetap, ikhtiar ini tak membuahkan hasil …. kompor gas bermerk Quantum ini tidak bisa menyala. Kenalan saya ini langsung menghubungi orang tuanya dan menceritakan kondisi ini. “Lho kenapa tidak menyala ? Waktu saya beli di distributor, kompor ini sudah saya tes, hidup !”, kata orang tua kenalan saya ini melalui handphone. Praktis, hari itu kompor Quantum tidak bisa menyala.


Besoknya, orang tua kenalan saya ini langsung menyuruh anak laki-lakinya datang ke rumah saya. Anak laki-laki ini adalah adik laki-laki dari kenalan saya tadi. Ucok, namanya. Setelah di coba, di utak-atik, buku penuntun kembali dilihat, si-Quantum ini tetap juga tidak menyala. “Iyolah paniang wak ma, lah banyak kompor nan den pasang, tibo di Quantum koa mati kutu wak !” (pusing saya, sudah banyak saya memasang peralatan kompor gas, baru kali ini saya mati kutu!), kata si Ucok. Saya lihat, Ucok mulai kebingungan. Kemudian ia menelepon distributor tempat Quantum ini di pesan. Diceritakan keadaan kompor gas Quantum yang tidak bisa menyala ini. Oleh pihak distributor disarankan agar teknisinya dijemput. Si Ucok kemudian berangkat ke kantor distributor yang jaraknya lebih kurang 15 kilometer dengan sepeda motor. Pulang pergi, 30 kilometer. Hampir satu jam, si Ucok bersama dengan seorang teknisi, tiba ke rumah saya. Teknisi ini kemudian langsung ke dapur dan melihat kondisi kompor. Sesaat kemudian, ia langsung membalikkan posisi “kembang api” yang telah terpasang (sebelumnya posisi “kembang api” tersebut, wadah yang bergerigi menghadap ke atas). Setelah dibalikkannya, wadah “kembang api” yang tidak bergerigi menghadap ke atas. Seterusnya dinyalakan ……… nyala deh !. Kemudian saya tertawa, tepatnya terbahak-bahak. Teknisinya heran, “mengapa ibu tertawa ?”. “Saya beranggapan ada kerusakan berarti pada kompor gas Quantum ini. Sejak kemaren saya dan kenalan saya ini, bahkan tetangga saya, mengutak-atik si Quantum ini. Bahkan buku petunjuk telah kami baca. Tak hidup jua. Rupanya, gara-gara posisi letak kembang api yang tidak tepat, Quantum tak menyala”. Kami semua-pun tertawa. Gara-gara posisi “kembang api” yang sebenarnya terkesan simple, membuat kenalan saya, tetangga dan si-Ucok pusing serta “menyerah”.

Ketika suami saya pulang dari kampus, saya ceritakan kejadian “kembang api” nan lucu ini. Ia-pun tertawa sambil berjalan ke arah dapur. Saya lihat, ia merasa puas melihat texture dan performance Quantum ini. “Gagah dan elegan”, katanya. Saya merasa senang. Dua putri kami menyela, “Quantum, tidak panas dan hemat gas”. Three ini one suami saya nampaknya terkabul sudah. Dan hingga hari ini, sudah tiga bulan, kompor gas Quantum masih menyala. Memang hemat !. Terima kasih putri mungilku yang telah memperkenalkan Quantum pada saya. Dan meneer Andre, setiap kali iklan Quantum anda keluar, putri kami senang dan spontan berkata, “Quantum, tidak panas dan hemat gas !”. Biasanya si-bungsu meningkahinya dengan ucapan, “minta jagungnya dong !”. Rupanya, si Andre ini diatas mobil Quantum sedang makan jagung rebus.

(Alhamdulillah, artikel ini menjadi Pemenang II Penulisan di Tabloid GENIE tentang topik "Aku dan Kompor Gas Quantum").

Tidak ada komentar: