Oleh : Imla Wifra Ilham
Dari catatan yang tertinggal pada tahun 2010 yang lalu !
Minggu,
16 Agustus 2010. Ketika pagi menjelang, sulungku Ifa baru siap mandi
dan berpakaian. Ia sedang libur sekolah. Pagi itu, ia memulai kegiatan
rutinnya bila sedang libur….. bersepeda (tepatnya belajar sepeda) di
seputaran komplek bareng teman-temannya. Sedangkan saya mulai “mengolah
pakaian kotor” di Mesin Cuci, sementara suami saya membersihkan
pekarangan samping rumah (kebun tanaman obat). Kegiatan rutin liburan
mulai bergeliat di rumah dan komplek perumahan kami. Beberapa saat
kemudian, Ifa datang sambil sambil sedikit marah dan bertanya kepada
saya : “Ibunda, kok rumah kita tidak dipasangin bendera merah putih?”.
Mati Aku ! ………….. tak bisa saya jawab. Memang, suami saya lupa memasang
bendera merah putih jelang 17 Agustusan, biasanya beliau tidak pernah
lupa memasang bendera tersebut, apalagi ia ketua di komplek perumahan
kami. Kebetulan, tadi malam saya bertanya pada suami tentang keberadaan
bendera merah putih kami. Suami saya mengatakan bahwa bendera tersebut
entah dimana diletakkannya. Memang ada usaha malam itu untuk mencari,
tapi tak ketemu. Akhirnya, ia mengambil kesimpulan : “ya udaah, lihat
besoklah, kalau ada waktu ….. ya kalau ada waktu, saya akan ke Pasar
Raya, beli bendera merah putih baru lagi, memangnya nasionalisme
ditentukan oleh bendera merah putih, buktinya, anggota DPR-RI waktu
sidang Paripurna tanggal 15 Agustus 2010 yang lalu, lupa menyanyikan
lagu Kebangsaan Indonesia Raya jelang sidang dibuka”, katanya. Ia
pandai berdebat dan berkelit, walaupun saya rasa itu hanyalah
justifikasi karena ia malas pergi ke Pasar Raya membeli bendera. Kala
itu saya diam dan ……………… ya udahlah kalau begitu.
Kembali
ke Ifa. Saya diam sambil terus “mengocok pakaian kotor” di mesin cuci
produk Jepang (yaa… produk Jepang karena produks Indonesia belum saya
temui, setidaknya belum ada refrensi teman-teman ……….. padahal saya
cinta produk dalam negeri …..wakakkakkkak wakkkaakkkak). “Ibunda, jawab
Ifa, mengapa kita tak pasang bendera merah putih?”, tanya sulung saya
yang baru duduk di Kelas 1 SD ini. Akhirnya saya defensif dan mulai
menjawab, “Coba tanya sama ayah”. Ia pun berlalu menuju ayahnya yang
sedang membersihkan kebun samping rumah, dan saya ikuti. Sebagaimana
yang ditanyakan Ifa pada saya, pertanyaan tersebut diulanginya kembali
pada ayahnya. Bagaimana reaksi suami saya ? …………. diam dan tersenyum.
Ia tak bisa memberikan sebuah justifikasi sebagaimana yang diberikannya
pada saya. “Malu Ifa, rumah teman-teman Ifa pakai bendera semua. Kata
ibu guru Ifa di sekolah, kita harus mengibarkan bendera merah putih di
rumah kita, tandanya kita sayang pada Indonesia”, katanya sambil
“menghakimi” ayahnya yang tersenyum sambil garuk-garuk kepala. “Bendera
Merah Putih kita hilang”, kata ayahnya. “Kenapa tak dibeli kemaren?”,
tangkis Ifa. “Ntar, ayah beli”. “Sekarang aja, supaya bendera bisa
dipasang cepat …….. malu Ifa, pokoknya ayah beli cepat”, ujar Ifa
kembali sambil mau menangis. Ayahnya ……………. 15-0, kalah telak. “Ya Nak,
ayah mandi dulu, baru ayah pergi beli bendera”. “Ndak usah mandi, lama
nanti, sekarang aja”, kata Ifa. Suami saya memandangi saya sambil
ingin meminta “perlindungan” agar menyakinkan Ifa, setidaknya untuk
mandi saja dahulu. Saya tersenyum ………. dan mengatakan, “Ifa betul, tak
perlu mandi”, sambil ketawa saya masuk lagi ke rumah.
Ya…..
suami saya yang biasanya pintar merangkai kata-kata untuk meyakinkan
orang dan suka berdebat, dan biasanya bisa meyakinkan anak-anaknya
bahkan anak-anak kami terkesan “tak bisa berlantas angan” padanya.
Suami saya menjadi “kartu truf” bagi saya bila Ifa atau Adek bertengkar
dan sulit untuk dicegah, dan suami saya memiliki kemampuan
antisipatif…… hickkks. Tapi pagi ini ia dikalahkan oleh sebuah
“keluguan nasionalisme” dari sulungku, Ifa binti Ilham. Dan, ketika
pagi jelang siang bendera mulai berkibar di depan rumah kami, Ifa-pun
mulai tersenyum dan berkata pada ayahnya, “gitu dong” ……… dan ia
kemudian main sepeda lagi sambil “memberitahukan” kepada teman-temannya
bahwa ia dan ayahnya adalah “nasionalis sejati”.
Sumber Power Point : Koleksi Imla Wifra/11-2011