Dari catatan yang tertinggal pada tahun 2010 yang lalu !

Kembali
ke Ifa. Saya diam sambil terus “mengocok pakaian kotor” di mesin cuci
produk Jepang (yaa… produk Jepang karena produks Indonesia belum saya
temui, setidaknya belum ada refrensi teman-teman ……….. padahal saya
cinta produk dalam negeri …..wakakkakkkak wakkkaakkkak). “Ibunda, jawab
Ifa, mengapa kita tak pasang bendera merah putih?”, tanya sulung saya
yang baru duduk di Kelas 1 SD ini. Akhirnya saya defensif dan mulai
menjawab, “Coba tanya sama ayah”. Ia pun berlalu menuju ayahnya yang
sedang membersihkan kebun samping rumah, dan saya ikuti. Sebagaimana
yang ditanyakan Ifa pada saya, pertanyaan tersebut diulanginya kembali
pada ayahnya. Bagaimana reaksi suami saya ? …………. diam dan tersenyum.
Ia tak bisa memberikan sebuah justifikasi sebagaimana yang diberikannya
pada saya. “Malu Ifa, rumah teman-teman Ifa pakai bendera semua. Kata
ibu guru Ifa di sekolah, kita harus mengibarkan bendera merah putih di
rumah kita, tandanya kita sayang pada Indonesia”, katanya sambil
“menghakimi” ayahnya yang tersenyum sambil garuk-garuk kepala. “Bendera
Merah Putih kita hilang”, kata ayahnya. “Kenapa tak dibeli kemaren?”,
tangkis Ifa. “Ntar, ayah beli”. “Sekarang aja, supaya bendera bisa
dipasang cepat …….. malu Ifa, pokoknya ayah beli cepat”, ujar Ifa
kembali sambil mau menangis. Ayahnya ……………. 15-0, kalah telak. “Ya Nak,
ayah mandi dulu, baru ayah pergi beli bendera”. “Ndak usah mandi, lama
nanti, sekarang aja”, kata Ifa. Suami saya memandangi saya sambil
ingin meminta “perlindungan” agar menyakinkan Ifa, setidaknya untuk
mandi saja dahulu. Saya tersenyum ………. dan mengatakan, “Ifa betul, tak
perlu mandi”, sambil ketawa saya masuk lagi ke rumah.
Ya…..
suami saya yang biasanya pintar merangkai kata-kata untuk meyakinkan
orang dan suka berdebat, dan biasanya bisa meyakinkan anak-anaknya
bahkan anak-anak kami terkesan “tak bisa berlantas angan” padanya.
Suami saya menjadi “kartu truf” bagi saya bila Ifa atau Adek bertengkar
dan sulit untuk dicegah, dan suami saya memiliki kemampuan
antisipatif…… hickkks. Tapi pagi ini ia dikalahkan oleh sebuah
“keluguan nasionalisme” dari sulungku, Ifa binti Ilham. Dan, ketika
pagi jelang siang bendera mulai berkibar di depan rumah kami, Ifa-pun
mulai tersenyum dan berkata pada ayahnya, “gitu dong” ……… dan ia
kemudian main sepeda lagi sambil “memberitahukan” kepada teman-temannya
bahwa ia dan ayahnya adalah “nasionalis sejati”.
Sumber Power Point : Koleksi Imla Wifra/11-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar